Belanja Besar Pemerintah Rp 1.700 T di Semester II untuk Cegah Resesi

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/POOL/wsj.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menargetkan tambahan serapan anggaran pada semester II tahun ini sebesar Rp 1.700 triliun untuk mendorong perekonomian yang terpukul pandemi corona.
12/8/2020, 18.04 WIB

Pemerintah berupaya menyerap anggaran belanja Rp 1.700 triliun pada semester kedua tahun ini, untuk menghindari resesi ekonomi. Penyerapan besar anggaran tersebut diharapkan mendongkrak konsumsi masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah telah menganggarkan belanja tahun ini Rp 2.700 triliun, termasuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dari jumlah tersebut telah terserap Rp 1.000 triliun pada semester pertama. 

Harapannya, "Sebesar Rp 700 triliun diserap pada kuartal III dan Rp 1.000 triliun berada di kuartal IV, sesuai arahan Presiden Joko Widodo untuk mendorong belanja," kata Airlangga dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu (12/8).

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi pada kuartal II tahun ini disebabkan karena minimnya konsumsi masyarakat di tengah kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus rantai penularan virus corona.

Imbasnya, hanya beberapa sektor usaha yang masih menunjukkan tren positif seperti teknologi dan komunikasi, jasa kesehatan dan utilitas air. Sedangkan sisanya hampir secara keseluruhan mengalami kontraksi.

Kendati demikian, dia optimistis pelonggaran PSBB di berbagai wilayah dapat kembali menggerakkan perekonomian. Ini tercermin pada membaiknya Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur, industri otomotif dan juga retail.

"Indeks keyakinan konsumen naik ke level 83% dan penjualan semen naik 6%, ini berarti sudah ada permintaan," kata dia.

Lebih lanjut, Airlangga menjelaskan mengenai skema penanganan pandemi di Indonesia yakni dengan cara menjaga kehidupan masyarakat terkait dengan mata pencaharian. Dalam jangka menengah, pada  2022 - 2023 ditargetkan telah ada perbaikan baik dari sisi ekonomi maupun kesehatan.

Sedangkan di jangka pendek pada 2020 - 2021, beberapa program akan dilanjutkan seperti bantuan sosial, program padat karya tunai termasuk pembangunan infrastruktur. "Untuk UMKM yang terkena dampak pandemi akan ada relaksasi, program penjaminan modal dan transformasi ekonomi agar ada loncatan," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah mengalokasikan anggaran belanja negara sebesar Rp 2.739 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut seluruh anggaran tersebut harus dibelanjakan demi memulihkan ekonomi dari dampak pandemi. 

"Jadi untuk memulihkan ekonomi dari Covid-19 bukan hanya dengan anggaran yang Rp 695 triliun itu," kata Sri Mulyani dalam acara penandatanganan perjanjian kerja sama dan nota kesepahaman untuk program penjaminan pemerintah kepada korporasi padat karya, Rabu (29/7).

Anggaran pembiayaan Covid-19 dialokasikan sebesar Rp 695,2 triliun, Selain anggaran tersebut, pemerintah pusat juga harus tetap membelanjakan anggaran kementerian/lembaga yang sebesar Rp 836 triliun agar perekonomian bisa segera pulih. "Presiden terus meminta seluruh menteri tetap fokus melakukan belanjanya," katanya.  

Adapun belanja negara itu terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.975 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp 763,92 triliun. Belanja pemerintah pusat di antaranya belanja K/L Rp 836,4 triliun dan belanja non K/L Rp 1.138,86 triliun.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto