DPR dan Pemerintah Sepakat Bentuk Panja RUU Bea Materai

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/hp.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai sudah terlalu lama berlaku atau lebih dari 34 tahun dan belum pernah mengalami perubahan.
24/8/2020, 14.46 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah sepakat untuk membentuk panitia kerja alias panja guna membahas rancangan undang-undang terkait bea materai. RUU tersebut bakal mencakup rencana kenaikan tarif bea materai menjadi Rp 10 ribu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai sudah terlalu lama berlaku atau lebih dari 34 tahun dan belum pernah mengalami perubahan. Untuk itu, perlu dilakukan penyempurnaan seperti melakukan penyesuaian dengan perkembangan situasi dan kondisi yang ada dan terjadi di masyarakat di bidang ekonomi, hukum, sosial, dan teknologi informasi.

Kemudian, melakukan penyempurnaan dan penyederhanaan administrasi pembayaran Bea Meterai. Lalu, mengatur mengenai pemberian fasilitas Bea Meterai dalam rangka lebih memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan di masyarakat.

Berdasarkan bahan paparan Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (24/8), terdapat enam klaster pembahasan RUU Bea Materai yang telah disepakati. Klaster pertama meliputi ketentuan objek dan nonobjek dalam RUU Bea Meterai.

Klaster itu telah dibahas dan disepakati pemerintah dan Komisi XI DPR pada 27 Agustus 2019 lalu. Kedua pihak menyepakati perluasan definisi dokumen objek Bea Meterai, meliputi dokumen dalam bentuk kertas dan elektronik. Selain itu, ada pula penambahan objek berupa dokumen lelang dan dokumen transaksi surat berharga.

Selanjutnya, klaster kedua merupakan pembahasan tarif bea meterai baru yang telah dibahas dan disepakati pada 17 September 2019. Dalam klaster ini, dibahas penyesuaian tarif, tarif tetap yang berbeda diatur dengan PP setelah berkonsultasi dengan DPR, serta penyesuaian batas nominal dokumen yang dikenakan bea meterai.

Klaster ketiga  adalah pembahasan mengenai saat terutang yang telah dibahas dan disepakati pada 18 September 2019. Klaster tersebut lebih jauh membahas pengaturan saat terutang diperinci per jenis dokumen.

Klaster keempat membahas subjek bea materai terbaru yang mengatur perincian pihak terutang per jenis dokumen hingga pengaturan mengenai pemungut bea meterai. Kedua klaster ini telah dibahas dan disepakati pada 18 September 2019 lalu.

Sementara itu, klaster kelima belum dibahas oleh pemerintah dan DPR. Klaster yang dimaksud yakni mengenai cara pembayaran. Cara pembayaran termasuk penambahan kanal pembayaran berupa meterai elektronik dan SSP, serta pemeteraian kemudian. Salah satu pembahasan klaster keenam juga belum dibahas yakni mengenai sanksi.

Sanksi yang dimaksud yaitu sanksi administrasi bagi pihak yang terutang dan pemungut bea meterai serta sanksi pidana atas tindak pemalsuan dan penyalahgunaan meterai.

Namun, bahasan lainnya dalam klaster keenam yakni mengenai fasilitas telah dibahas dan disepakati pada 27 Agustus 2019. Bahasan itu terdiri dari pembebasan bea meterai atas dokumen yang diperlukan untuk kegiatan seperti penanganan bencana alam nasional, kegiatan keagamaan dan sosial, mendukung program pemerintah, dan pelaksanaan perjanjian internasional.

Reporter: Agatha Olivia Victoria