Sejumlah pihak memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal ketiga tahun ini masih minus. Menciptakan kekhawatiran negeri ini akan mengalami resesi. Pemerintah pun telah menyiapkan tiga jurus untuk menghindarinya.
Ekonom senior INDEF, Faisal Basri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2020 akan minus 3%. Lebih baik dari kuartal kedua yang terkontraksi sebesar 5,32%. Lebih dalam dari proyeksi Menkeu Sri Mulyani yang antara minus 2% sampai nol persen.
Penyebab minusnya pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga, kata Faisal, adalah konsumsi masyarakat masih lemah. Masyarakat menahan diri untuk tak berbelanja mengingat ketidakpastian ekonomi masih besar. Sehingga, komponen penyumbang 57,85% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ini belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Lemahnya konsumsi, kata Faisal, bisa terlihat dari penjualan mobil yang masih minus 50% untuk periode Januari-Juli tahun ini dan pariwisata minus 80% dibandingkan tahun kemarin. “Masyarakat meskipun ekonomi mulai membaik, terjadi perubahan pola pikir,” kata Faisal dalam Rapat Pendapat Umum bersama Komisi VI DPR, Senin (31/8).
Pada kuartal kedua lalu, konsumsi masyarakat tumbuh minus 5,51%. Lebih dalam dari kuartal pertama yang tumbuh sebesar 2,84% dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi minus 1,74% secara kuartalan atau QtoQ dibanding kuartal keempat 2019.
Resesi adalah pertumbuhan ekonomi minus selama dua kuartal berturut-turut atau tumbuh melambat dalam waktu lama. Bila proyeksi Faisal terbukti, maka negeri ini resmi mengalami resesi.
Dalam kesempatan sama, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Adi Budiarso menyatakan, pemerintah memiliki tiga jurus utama dalam mengungkit ekonomi kuartal ketiga. Seluruhnya berkaitan dengan langkah countercyclical atau memanfaatkan stimulus pemerintah.
“Pada saat banyak masyarakat mengalami tekanan ekonomi, supply dan demand pemerintah harus berfokus pada countercyclical,” kata Adi, Senin (31/8).
Mempercepat Realisasi Program PEN
Jurus pertama yang akan dilakukan pemerintah adalah mempercepat realisasi program-program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Termasuk memperbaiki ketepatan data dan merealokasi anggaran yang belum terpakai untuk program baru.
Adi menyatakan, pemerintah akan segera melakukan perubahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) setelah perbaikan data dan mekanisme penyaluran rampung. Bila satu program tak memiliki data penerima yang valid dan tak punya regulasi lanjutan, maka anggaran disalurkan ke program lain yang bisa langsung terealisasi.
Program PEN selama ini memang berjalan lambat. Misalnya stimulus untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang per 28 Juli 2020 baru 25% dari total anggaran Rp 123,46 triliun. Lambatnya stimulus ini membuat pelaku UMKM belum terlalu mampu memperbaiki arus kasnya sakit terdampak pandemi virus corona.
Sementara per 19 Agustus 2020, realisasi seluruh program PEN baru mencapai 25,1% dari total anggaran Rp 695,2 triliun. Meningkat lagi menjadi 27,7% dari total anggaran pada 31 Agustus atau dua minggu setelahnya.
Program yang belum mencatatkan realisasi atau nol persen adalah stimulus korporasi. Total anggaran untuk program ini adalah Rp 53,57 triliun. Dalih pemerintah terkait hal ini adalah menunggu waktu tepat untuk mengucurkannya.
Meningkatkan Konsumsi Pemerintah
Jurus selanjutnya adalah meningkatkan konsumsi pemerintah yang menyumbang 8,67% terhadap PDB. Beberapa program yang menurut Adi telah dilakukan, adalah pencairan gaji ke-13 dan bantuan pulsa untuk Aparatur Sipil Negara (ASN).
Konsumsi pemerintah pada kuartal kedua tahun ini terkontraksi 6,9% secara tahunan (yoy). Berbanding terbalik dengan kuartal kedua 2019 yang meningkat 8,23% yoy. Hal ini terpengaruh rendahnya realisasi belanja pemerintah di pelbagai komponen.
Salah duanya adalah barang dan jasa pemerintah pada kuartal keua 2020 terkontraksi 22,17% dan belanja pegawai terkontraksi 10,64%. Sementara belanja bantuan sosial tumbuh pesat hingga 55,87% terpengaruh pemberian stimulus jejaring pengaman sosial kepada masyarakat terdampak pandemi virus corona.
“Belanja modal masih sulit, nanti segera direalokasikan,” kata Adi.
Memodifikasi Belanja Perindungan Sosial
Terakhir, jurus pemerintah adalah dengan memperkuat konsumsi masyarakat. Caranya dengan memodifikasi belanja perlindungan sosial dengan menaikkan besaran manfaat, menambah frekuensi penyaluran, dan periode penyaluran.
Sebelumnya, Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu menyatakan, pemerintah berencana menggunakan anggaran cadangan senilai Rp 25 triliun dari total anggaran perlindungan sosial Rp 203,91 triliun dalam PEN untuk menambah program bantuan sosial baru.
Pemerintah pun telah resmi mengucurkan program bantuan subsidi upah kepada pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta. Bantuan ini diberikan kepada 15,7 juta pekerja yang pada tahap awal dicairkan untuk 2,5 juta pekerja.
Per 26 Agustus lalu, berdasarkan data Kemenkeu, pemerintah telah mengucurkan Rp 3 triliun untuk tahap pertama. Sementara total anggaran yang disediakan pemerintah untuk program ini adalah Rp 37,87 triliun dan sudah masuk ke DIPA seiring rampungnya peraturan menteri ketenagakerjaan.
Perihal bahaya resesi ekonomi, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan masyarakat tak perlu khawatir. Pasalnya, pemerintah telah dan terus berjibaku meningkatkan perekonomian kuartal ketiga.
“Kita jangan mau ditakut-takuti dengan hal buruk terutama pertumbuhan ekonomi,” kata Luhut dalam acara peluncuran Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, Minggu (30/8).
Presiden Joko Widodo pun telah mengingatkan kepada para gubernur untuk mempercepat belanja daerah agar mampu membantu mengungkit pertumbuhan ekonomi. Sehingga, Indonesia bisa aman dari resesi.
“Kita masih punya waktu satu bulan. Masih ada kesempatan pada September ini,” katanya dalam rapat terbatas di Istana Bogor dengan para gubernur, Selasa (1/9).