Badan Pusat Statistik mengumumkan Indeks Harga Konsumen mengalami kenaikan atau inflasi pada Oktober sebesar 0,07%, setelah deflasi selama tiga bulan sebelumnya secara berturut-turut. Inflasi disumbang oleh kenaikan harga sejumlah komoditas pangan.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, inflasi terjadi di 66 kota yang disurvei, sedangkan 24 kota mengalami deflasi. inflasi tertinggi terjadi di Sibolga sebesar 1,04%, sedangkan inflasi terendah terjadi di Jakarta, Cirebon, Bekasi, dan Jember sebesar 0,01%. Adapun deflasi tertinggi terjadi di Monokwari sebesar 1,81%, sedangkan terendah di Surabaya sebesar 0,02%.
"Setelah tiga bulan berturut-turut mengalami deflasi, kita mengalami inflasi tipis pada Oktober 0,07%. Dengan demikian, inflasi sepanjang tahun ini atau year to date mencapai 0,95% dan inflasi tahunan sebesar 1,44%," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers pengumuman inflasi melalui streaming video, Senin (2/10).
Berdasarkan kelompok pengeluarannya, sebanyak enam kelompok mengalami inflasi sedanglam lima kelompok mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan dan minuman sebesar 0,29%, disusul oleh kelompok penyediaan makanan dan restoran sebesar 0,19% dan kesehatan 0,15%.
"Sementara deflasi terjadi pada kelompok pertmahan dan perlengkapan rumah tangga, transportasi, informasi dan komunikasi, serta perawatan pribadi," ujar Suhariyanto.
Suhariyanto menjelaskan, komoditas yang memberikan andil besar inflasi pada kelompok makanan dan minuman adalah cabai merah sebesar 0,09%, bawang merah 0,02%, dan minyak goreng 0,09%. Sementara beberapa komoditas lain seperti daging ayam ras memberikan andil deflasi sebesar 0,02% dan beberapa jenis buah sebesar 0,01%.
"Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar mengalami deflasi 0,04% karena ada penurunan tarif listrik. Sedangkan transportasi deflasi 0,14% terutama karena penurunan tarif angkutan udara sebesar 0,02%," katanya.
Pada kelompok penyedia makanan dan minuman atau restoran, menurut Suhariyanto, terjadi inflasi sebesar 0,19% karena harga nasi dan lauk pauk memberikan andil inflasi 0,01%. Sementara kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya mengalami deflasi 0,11% karena penurunan harga emas perhiasan.
Adapun berdasarkan komponennya, menurut Suhariyanto, inflasi harga bergejolak yang paling besar 0,4% sementara inflasi inti hanya 0,04% dan harga diatur epemrintah deflasi 0,15%.
Realisasi inflasi ini tak berbeda jauh dengan proyeksi Bank Indonesia dan sejumlah ekonom. Berdasarkan survei pengamatan harga pangan hingga pekan keempat, BI memproyeksi terjadi inflasi sebesar 0,08%.
Pengamat Ekonomi Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi memperkirakan terjadi inflasi pada bulan oktober karena permintaan masyarakat mulai meningkat seiring pembukaan sektor-sektor perekonomian. "Di sisi lain, mulai berdampaknya transfer dana stimulus oleh pemerintah kepada rumah-rumah tangga dinilai ia turut mempengaruhi naiknya inflasi pada perekonomian RI," kata Eric dalam risetnya, akhir pekan lalu.
Ekonom Permata Bank Josua Pardede menyebut inflasi terjadi karena ada peningkatan pada komponen harga bergejolak serta inflasi harga diatur pemerintah. Menurut perkiraan Josua, kenaikan inflasi harga bergejolak terindikasi dari tren kenaikan harga dari sebagian besar komoditas pangan, antara lain daging ayam yang naik 2% secara bulanan, daging sapi 0,1%, bawang merah 7,6%, bawang putih 1,1%, cabai merah 28,1%, cabai rawit 6,8%, dan minyak goreng 1,1%.
Meski demikian, terdapat beberapa komoditas pangan yang harganya turun seperti beras 0,1% dan telur ayam 1,7%. Sementara itu, inflasi harga diatur pemerintah cenderung meningkat didorong oleh kenaikan tarif transportasi udara pada akhir bulan Oktober. "Ini bertepatan dengan libur cuti bersama," ujar Josua kepada Katadata.co.id, Senin (2/11).
Sementara itu, Josua menilai inflasi inti dipengaruhi mulai meningkatnya permintaan masyarakat. Meskipun, tertahan oleh mulai stabilnya inflasi pendidikan dibandingkan bulan September yang lalu serta penurunan harga emas.