BPK Temukan 13.567 Masalah Pengelolaan Uang Negara Senilai Rp 9 T

KATADATA/
Ilustrasi: BPK menemukan permasalahan ketidakpatuhan pada perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan negara pada semester I 2020 dapat mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 1,79 triliun, potensi kerugian Rp 3,3 triliun, dan kekurangan penerimaan Rp3,19 triliun.
Penulis: Agustiyanti
9/11/2020, 21.26 WIB

Badan Pemeriksa Keuangan menemukan 13.567 permasalahan senilai Rp8,97 triliun dalam pengelolaan keuangan negara berdasarkan pemeriksaan pada  semester I tahun 2020. Sebanyak 6.702 permasalahan senilai Rp 8,28 triliun merupakan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. 

"Dari permasalahan ketidakpatuhan tersebut, permasalahan yang dapat mengakibatkan kerugian mencapai Rp 1,79 triliun, potensi kerugian Rp 3,3 triliun, dan kekurangan penerimaan Rp3,19 triliun," ujar  Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam siaran pers, Senin (9/11). 

Agung menjelaskan, permasalahan tersebut telah ditindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara/daerah/perusahaan selama proses pemeriksaan sebesar Rp 670,50 miliar. Sebanyak Rp 384,71 miliar merupakan penyetoran dari pemerintah pusat, BUMN, dan Badan Lainnya.  Selain itu, terdapat 2.651 permasalahan ketidakpatuhan mengakibatkan penyimpangan administrasi.

Selain permasalahan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-ndangan, menurut Agung, terdapat 6.713 permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern, serta 152
permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp692,05 miliar,Atas permasalahan tersebut entitas telah

Temuan-teman tersebut diungkapkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2020 yang telah diserahkan BPK kepada pimpinan DPR. Ikhtisar ini merupakan ringkasan dari 634 LHP keuangan, 7 LHP kinerja, dan 39 LHP dengan tujuan tertentu. 

Pada semester I tahun 2020, BPK melakukan pemeriksaan keuangan atas 1 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2019, 86 LK Kementerian Lembaga (LKKL) Tahun 2019, 1 LK Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2019, 1 LK Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Tahun 2019, 541 LK Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2019, serta 4 LK Badan Lainnya Tahun 2019.

Hasil pemeriksaan BPK atas LKPP Tahun 2019 menghasilkan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Opini WTP LKKL tahun 2019 sebesar 97% (85 LKKL) telah melampaui target opini WTP pada Sasaran Pokok Pembangunan Tata Kelola dan Reformasi Birokrasi yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 95%.

Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) diperoleh Komisi Pemilihan Umum serta Badan Siber dan Sandi Negara, sedangkan opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) diperoleh Badan Keamanan Laut.

LK Pinjaman dan Hibah Luar Negeri yaitu Laporan Keuangan Indonesia Infrastructure Finance Development Trust Fund (IIFD-TF) Tahun 2019 juga mendapat opini WTP. Sedangkan pada LKPD Tahun 2019, opini WTP dicapai oleh seluruh pemerintah provinsi di Indonesia (100%), 364 dari 415 pemerintah kabupaten (88%), dan 87 dari 93 pemerintah kota (94%).

Terdapat 1 pemerintah daerah belum menyampaikan LK kepada BPK yaitu Pemerintah Kabupaten Waropen di Provinsi Papua. Capaian opini WTP pada pemda telah melampaui target kinerja keuangan daerah bidang penguatan tata kelola pemerintah daerah/program peningkatan kapasitas keuangan pemerintah provinsi, kabupaten, dan
kota yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 masing-masing sebesar 85%, 60%, dan 65% di tahun 2019.

Sementara itu, pada hasil pemeriksaan atas 4 laporan keuangan badan lainnya tahun 2019 yaitu LK Tahunan BI, LK OJK, LK LPS, dan LK Badan Pengelola Keuangan Haji, seluruhnya mendapat opini WTP.

Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto sebelumnya menilai opini WTP yang diraih kementerian atau lembaga pemerintah tak berarti entitas tersebut bebas dari korupsi. Menurut dia, pemeriksaan yang dilaksanakan BPK tidak fokus pada tindakan korupsi. "Kemungkinan korupsi masih bisa ada," kata Andin dalam sebuah diskusi virtual pada Juli lalu. 

Kendati demikian, Andin menyebut opini WTP sudah bisa mengurangi penyelewengan anggaran secara signifikan. Pasalnya, semakin akuntabilitas sebuah laporan keuangan, semakin berkurang potensi penyalahgunaan wewenang. Oleh karena itu, pihaknya bakal terus mengidentifikasi potensi model penyelewengan dan korupsi meski laporan keuangan kementerian atau lembaga mendapatkan opini WTP. Potensi pemborosan anggaran pada laporan keuangan juga akan terus dipantau.

BPK memeriksa LKPP berdasarkan empat kriteria opini, yaitu kesesuaian dengan standar akutansi pemerintah, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. Selain itu, BPK bisa melaksanakan audit kinerja jika dinilai ada penyelewengan laporan keuangan.

Reporter: Agatha Olivia Victoria