BPK Temukan Holding Tak Efektif Dongkrak Kinerja BUMN Perkebunan

Katadata
Ilustrasi. Dalam laporan IHPS Semester I 2020 BPK, kinerja keuangan Grup PTP belum mengalami perbaikan setelah pembentukan holding BUMN perkebunan, bahkan cenderung menurun.
Penulis: Agustiyanti
10/11/2020, 17.52 WIB

Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas PT Perkebunan Nusantara atau PTPN III sebagai induk usaha dalam peningkatan kinerja BUMN Perkebunan sejak 2015 hingga Semester I 2019. Hasilnya, pembentukan holding tidak efektif mendongkrak kinerja grup perusahaan perkebunakan BUMN.

"Hasil pemeriksaan kinerja pada semester ini yang dilakukan BPK antara lain mengungkapkan efektivitas PTPN III sebagai holding dalam meningkatkan kinerja Grup PT Perkebunan Nusantara, dengan kesimpulan tidak efektif," ujar Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam siaran pers, Senin (9/11).

Dalam laporan IHPS Semester I 2020 BPK, kinerja keuangan Grup PTP belum mengalami perbaikan setelah pembentukan holding BUMN perkebunan. Hal ini terlihat dari kinerja keuanagan PTPN sepanjang 2015 hingga semester I 2019 yang belum menunjukkan peningkatan, melainkan mengalami tren penurunan likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas setelah pembentukan holding.

BPK melihat kinerja on farm PTPN belum efektif setelah terbentuknya holding BUMN perkebunan. Hal ini terlihat dari belum adanya perbaikan komposisi umur tanaman, efisiensi biaya harga pokok produksi atau HPP setelah holding terbentuk, dan produktivitas on farm yang masih dibawah normal.

"Akibatnya, target kinerja on farm PTPN Grup terutama produktivitas tandan buah segar tak tercapai. HPP on farm dan perbaikan komposisi umur tanaman yang menjadi tujuan pembentukan holding tidak tercapai," kata BPK.

 Kinerja perkebunan kelapa sawit dan karet pada beberapa PTPN, menurut BPK, juga belum sesuai dengan norma standar PTPN III dan komitmen bersama grup. Akibatnya, pencapaian anggaran mutu kelapa sawit dan karet belum terpenuhi, produksi minyak sawit an inti sawit, serta karet high grade pada beberapa PTPN belum optimal.

Atas temuan-temuan tersebut, BPK merekomendasikan sejumlah langkah yang perlu dilakukan kepada direksi PTPN untuk memperbaiki kinerja. Pertama, melakukan monitoring dan evaluasi atas laporan keuangan Grup PTPN secara rutin.

Kedua, memerintahkan kepala divisi tanaman PTPN III melakukan penyelarasan KPI, tupoksi, dan deskripsi kerja pada bagian tanaman, serta menyusun roadmap perbaikan komposisi umur tanaman. Ketiga, memerintahkan kepada direktur operasional PTPN I, II, IVm VII, VIII, IX, dan XII menetapkan tingkat kinerja pabrik kepala sawit dan karet dengan memperhatikan norma standar yang ditetapkan PTPN III.

 Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya menyebut kinerja BUMN Perkebunan saat ini tengah terpuruk. Total utang Grup PTPN bahkan mencapai Rp 48 triliun. Erick pun pada pertengahan tahun ini memutuskan untuk merombak dan memangkas jajaran direksi dan komisaris Grup PTPN.

Induk usaha perkebunan milik negara ini juga pernah tersangkut kasus hukum pada September 2019. Direktur Utama PTPN III saat itu Dolly Pulungan dan Direktur Pemasaran I kaden Kertha Laksana terlibat kasus suap distribusi gula dan akhirnya divonis lima tahun penjara pada pertengahan tahun ini.

PTPN menjadi salah satu BUMN yang akan menerima suntikan modal pada tahun ini mencapai Rp 4 triliun. Adapun Penyertaan Modal Negara yang diberikan pemerintah tak selalu menjamin kinerja keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berjalan baik. Ini terlihat dari laba bersih yang dimiliki oleh BUMN penerima PMN berkurang pada 2016 dan 2019.

Laba bersih BUMN penerima PMN pada 2016 turun Rp 5,7 triliun dari Rp 31 triliun menjadi Rp 25,4 triliun. Pada 2019, laba bersih BUMN penerima PMN turun Rp 16 triliun dari Rp 43,4 triliun menjadi Rp 26,6 triliun, seperti tergambar dalam databoks di bawah ini.