Investasi Manufaktur Diramal Naik 22% Tahun Depan Berkat UU Ciptaker
Investasi akan menjadi andalan pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi pada tahun depan seiring mulai meredanya ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 dan implementasi Undang-Undang Cipta Kerja. Sektor industri pengolahan ditaksir akan menjadi salah satu penyumbang terbesar pertumbuhan investasi.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri Kementerian Perindustrian Eko Cahyanto mengatakan, investasi pada tahun depan antara lain akan melonjak di sektor industri pengolahan. Realisasinya diperkirakan mencapai Rp 323,56 triliun, naik 22% dari proyeksi 2020 Rp 265,28 triliun. "Investasi akan menjadi faktor penggerak pertumbuhan sektor industri pada tahun depan," ujar Eko dalam Webinar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021: Jalan Terjal Pemulihan Ekonomi, Kamis (26/11).
Selain itu, pemerintah juga tengah merampungkan berbagai aturan turun Undang-Undang Cipta Kerja. Beleid tersebut diyakini akan menjadi daya tarik investor.
Eko menjelaskan, investasi di sektor industri pengolahan pada periode Januari hingga September 2020 mencapai Rp 201,9 miliar, meningkat 37% dibanding periode yang sama tahun lalu. Nilai investasi terbesar disumbang industri logam dasar, barang logam, dan bukan mesin sebesar Rp 69,79 triliun. Disusul industri makanan Rp 40,53 triliun dan industri kimia farmasi Rp 35,63 triliun.
"Ini membuktikan investasi sektor industri tak terpengaruh oleh Covid-19," kata dia.
Menurut dia, sektor industri pengolahan menjadi sektor ekonomi yang strategis. Ini terlihat dari kontribusi sektor pengolahan nonmigas terhadap Produk Domestik Bruto yang mencapai 17,9%. Kontribusi tersebut adalah yang terbesar dibanding sektor lainnya.
Lebih lanjut, sektor industri yang memberikan PDB terbesar yaitu industri makanan dan minuman serta industri kimia, farmasi dan obat tradisional. Kemudian, industri barang logam, industri alat angkut, serta industri tekstil dan pakaian jadi.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani belum bisa memperkirakan dampak UU Cipta Kerja terhadap investasi. Namun, diharapkan investasi yang masuk mengarah kepada industri padat karya.
Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) telah memproyeksikan adanya pemulihan arus investasi asing langsung (FDI) global pada 2021. "Perkiraanya bahkan akan ada sekitar US$ 1,2 triliun hingga 2022," ujar Shinta.
Kendati demikian, Shinta menyebut pemulihan arus FDI ke negara berkembang diperkirakan lebih sulit karena aktor ketidakpastian yang lebih tinggi dari negara maju.
Maka dari itu, peluang dan tantangan pada tahun 2021 termasuk pemulihan investasi dinilai ia masih belum pasti. Apalagi pada saat yang sama akan terjadi perubahan tren ekonomi dunia. Perubahan tersebut akan mempengaruhi daya saing Indonesia di pasar global untuk investasi dan perdagangan.
Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat investasi asing pada kuartal ketiga 2020 mulai menggeliat. Investasi asing tumbuh 1% menjadi Rp 109,2 triliun, dan mengakhiri tren kontraksi yang terjadi selama dua kuartal sebelumnya. Naiknya investasi asing itu terutama berasal dari Singapura, yang tumbuh 27,7% menjadi US$ 2,49 miliar.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menjelaskan, total penanaman modal yang masuk pada kuartal ketiga mencapai Rp 209 triliun, naik 1,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Investasi asing mulai tumbuh, tetapi masih lebih lambat dari pertumbuhan penanaman modal dalam negeri yang tercatat sebesar 2,2% menjadi Rp 102,9 triliun. "Kuartal III ini adalah momentum investasi untuk naik," ujar Bahlil dalam Konferensi Pers Virtual terkait Realisasi Investasi Kuartal III 2020 pada Jumat (23/10).
Investasi asing paling banyak masih berasal dari Singapura mencapai US$ 2,49 miliar, naik dibandingkan kuartal III 2019 sebesar US$ 1,95 miliar. Pada kuartal II lalu, investasi asal Singapura sebesar US$ 1,95 miliar, anjlok dari kuartal I US$ 2,7 miliar.