Permintaan Meningkat, Sektor Manufaktur Indonesia Kembali Ekspansif
Sektor manufaktur Indonesia berhasil bangkit ke level ekspansif pada November setelah terus terkontraksi sejak September. Pesanan baru meningkat untuk pertama kalinya dalam tiga bulan terakhir meski pertumbuhannya hanya pada kisaran marginal.
Berdasarkan survei yang dilakukan IHS Markit, Purchasing Manager's Index manufaktur Indonesia naik hampir tiga poin dari 47,8 pada Oktober menjadi 50,6 pada November. PMI Index 50 ke atas menunjukkan ekspansi pada sektor manufaktur.
Kepala Ekonom IHSG Markit Bernard Aw menjelaskan data ini menunjukkan perbaikan kesehatan di sektor manufaktur Indonesia untuk pertama kalinya sejak Agustus. Angka rata-rata PMI pada kuartal IV saat ini berada di level 49,2, paling kuat sejak kuartal III 2019.
"Perpindahan ke PSBB transisi memberikan dorongan bagi sektor manufaktur. Kenaikan ini sebagian besar didorong oleh rekor tertinggi kenaikan produksi di tengah pembukaan kembali pabrik dan peningkatan permintaan," ujarnya dalam siaran pers yang dipublikasikan Selasa (1/12).
Ia menjelaskan, permintaan meningkat seiring naiknya arus masuk bisnis baru untuk pertama kalinya sejak Agustus. Namun laju kenaikanhanya hanya berada pada kisaran marginal.
Data survei menunjukkan terjadi pertumbuhan pesanan di antara konsumen dan produsen barang investasi. Sementara pembuat barang setengah jadi melaporkan penurunan lebih lanjut dalam penjualan.
"Kenaikan lemah pada penjualan, dan penurunan lebih lanjut pada penumpukan pekerjaan, menunjukkan bahwa ekspansi output yang kuat berhubungan dengan upaya produsen untuk menyelesaikan pesanan yang ditempatkan sebelumnya," kata Aw.
Dengan pertumbuhan penjualan yang lemah, survei menunjukkan surplus kapasitas operasi sebagaimana ditunjukkan oleh penurunan pada penumpukan pekerjaan. Hal ini menghambat perekrutan.
Responden survei menyebut lapangan kerja berkurang sembilan bulan berturut-turut selama November seiring PHK paksa yang terus terjadi. Perusahaan juga mengurangi aktivitas pembelian dan inventaris. Namun pembelian input menurun di tingkat terlemah dalam periode penurunan dalam sembilan bulan terakhir.
Stok pembelian menurun lagi, memperpanjang penurunan yang terjadi selama 11 bulan. Investasi setelah produksi menurun selama lima bulan berturut-turut.
Meski demikian, sentimen bisnis tetap positif. Mayoritas perusahaan berharap hasil produksi akan meningkat pada tahun depan seiring ekspektasi membaiknya kondisi perekonomian.
Kondisi manufaktur kawasan ASEAN juga kembali ke level netral dengan kenaikan PMI dari 48,6 pada Oktober menjadi 50. Tiga dari tujuh negara mengalami peningkatan kondisi selama bulan lalu. Indonesia menjadi satu-satunya negara yang mencatatkan pertumbuhan pada November.
Singapura mencatatkan PMI tertinggi mencapai 51,7, di atas ambang 50 selama dua bulan berturut-turut. Thailand juga masih berada di level ekspansi kecil dengan PMI sebesar 50,4.
Sementara itu, kondisi terus memburuk di Myanmar meski angka PMI meningkat dari 30,6 pada Oktober menjadi 34,2. Sektor manufaktur Filipina mencatatkan PMI 49,9, masih dalam fase kontraksi tetapi sudah mendekati ambang batas.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, angka PMI di atas 50 menunjukkan kondisi manufaktur yang mulai ekspansif. Meski masih terbatas, kondisi ini sudah lebih baik dibandingkan dua bulan terakhir yang masih masuk dalam fase kontraksi.
"Kami berharap secara gradual ekspansi industri mampu menjadi pijakan bagi pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Kami berharap pemulihan ekonomi ini pelan tetapi ajeg," katanya.
Suahasil menegaskan pemerintah akan terus mendorong pemulihan ekonomi dengan memperhatikan protokol kesehatan. Gerakan 3M yang terdiri dari menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.