Para investor retail memprotes rencana pemerintah untuk mengenakan bea materai Rp 10 ribu pada dokumen konfirmasi perdagangan atau trade confirmation (TC) atas transaksi jual beli saham. Menanggapi protes tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan pemerintah akan mempertimbang batas kewajaran nilai transaksi saham pada dokumen TC untuk pengenaan bea materai.
"Bea materai ini bukan dikenakan atas jual beli saham, tetapi pada dokumennya dan tentu dengan mempertimbangkan batas kewajaran nilai transaksi. Kami tidak ingin menghilangkan minat para investor milenial untuk berinvestasi saham atau surat berharga lainnya," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita edisi November, Senin (21/12).
Sri Mulyani mengatakan banyak protes dari investor milenial yang ditujukan kepada dirinya dan Kementerian Keuangan terkait pengenaan bea materai untuk transaksi surat berharga melalui berbagai media sosial. Ia memastikan pemerintah tak akan menciptakan iklim yang buruk bagi pertumbuhan investor retail. "Kami akan mendorong generasi milenial yang mulai sadar terhadap investasi. Saya senang mereka investasi di bidang saham atau surat berharga retail," katanya.
Pandemi Covid-19 tidak menyurutkan aktivitas perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. Jumlah investor yang aktif melakukan transaksi harian terus meningkat, meski pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan pada April-Juni 2020.Pandemi Covid-19 tidak menyurutkan aktivitas perdagangan saham. Jumlah investor yang aktif melakukan transaksi harian terus meningkat, meski pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan pada April-Juni 2020.
Saat ini, ia juga telah menginstruksikan Direktorat Jenderal Pajak untuk menyusun aturan turunan UU Bea Materai, terutama terkait skema materai pada dokumen elektronik. DJP pun masih perlu mempersiapkan infrastruktur penjualan dari bea materai elektronik. "Karena itu, bea materai elektronik belum akan diterapkan pada 1 Januari," katanya.
Kewajiban pengenaan bea materai Rp 10 ribu pada transaksi pasar modal termuat dalam Undang-undang Bea Materai Nomor 10 Tahun 2020 yang diterbitkan pada Oktober. Dalam UU tersebut, pemerintah menaikkan sekaligus menyatukan tarif bea materai dari sebelumnya Rp 3.000 dan Rp 6.000 menjadi Rp 10 ribu.
Bea materai tersebut dikenakan pada sejumlah dokumen perdata. Pertama, surat perjanjian surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya. Kedua, akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya. Ketiga, akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya.
Keempat, surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Kelima, dokumen transaksi surat berharga, termasuk kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Keenam, dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang.
Ketujuh, dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp 5 juta yang menyebutkan penerimaan uang atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.
UU Bea Materai, menurut Sri Mulyani, antara lain memfasilitasi penggunaan materai elektronik yang saat ini belum tersedia. Pengenaan bea materai atas dokumen elektronik dilakukan agar terjadi kesetaraan pada dokumen transaksi fisik.
Kolom komentar pada akun Instagram milik Sri Mulyani dibanjiri protes dari para investor ritel bursa efek sejak akhir pekan lalu. Mereka meminta Sri Mulyani mempertimbangkan kembali pengenaan bea materai Rp 10 ribu pada setiap surat konfirmasi transaksi perdagangan atau trade confirmation yang akan berlaku mulai 1 Januari 2021.
"Bu Menkeu yang terhormat, mohon dikaji ulang atuuran bea materai Rp 10 ribu per TC. Hal tersebut sangat merugikan kami para investor retail yang baru belajar investasi saham," kata salah satu akun bernama ariputra.rizal pada kolom komentar akun Instagram Sri Mulyani, Senin (21/12).
Tak hanya protes pada akun instagram milik Sri Mulyani, investor retail juga membuat petisi pada situs change.org. Petisi berjudul 'evaluasi bea materai untuk pasar saham' yang dibuat Inan Sulaiman dan ditujukan kepada Kementerian Keuangan telah diteken oleh 4.920 orang hingga Senin (21/12) siang.
Bea materai dianggap memberatkan para investor retail. Petisi tersebut pun meminta agar bea materai hanya dikenakan pada surat konfirmasi perdagangan dengan transasi paling kecil Rp 100 juta.
Sri Mulyani sebelumnya memperkirakan potensi penerimaan negara dengan naiknya tarif bea meterai bisa mencapai 75%. Hanya saja, potensi kenaikan itu belum menghitung penerimaan yang dapat diperoleh dari bea meterai elektronik. "Penerimaan bisa naik Rp 3,8 triliun menjadi Rp 8,83 triliun," kata Sri Mulyani.
Center for Indonesia Taxation Analysis memperkirakan penerimaan dari bea meterai elektronik akan cukup signifikan karena transaksi melalui platform digital terus meningkat. Dalam setahun diperkirakan terdapat 92 juta kali transaksi melalui platform digital. Tarif baru bea materai akan menambah penerimaan negara di tengah tergerusnya pajak akibat pandemi Covid-19.