Survei BI: Perbankan Longgarkan Penyaluran Kredit Awal Tahun Ini

Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi. OJK mencatat penyaluran kredit tahun lalu terkontraksi 2,4%.
19/1/2021, 18.10 WIB

Survei Bank Indonesia mengindikasikan kebijakan penyaluran kredit perbankan akan lebih longgar pada kuartal pertama tahun ini dibandingkan kuartal terakhir tahun lalu. Kebijakan yang lebih longgar diproyeksi mendorong penyaluran kredit baru pada kuartal I 2021.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, standar penyaluran kredit pada awal tahun ini yang  tak seketat tahun lalu terutama berlaku pada kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit UMKM. Responden menyebut, kebijakan yang lebih longgar akan mencakup plafon kredit, jangka waktu kredit, biaya persetujuan kredit, dan persyaratan administrasi.

 "Ini terindikasi dari Indeks Lending Standard (ILS) sebesar 0,4% pada kuartal I 2021, lebih rendah dibandingkan 3,2% pada kuartal IV 2020," ujar Erwin dalam keterangan resminya, Jakarta, Selasa (19/1).

Sejalan dengan kebijakan yang lebih longgar, penyaluran kredit pada kuartal pertama tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan tiga bulan terakhir 2020. Peningkatan penyaluran kredit akan didorong oleh kredit modal kerja, diikuti oleh investasi, dan konsumsi.

Hal ini, menurut Erwin, tercermin dari saldo bersih tertimbang perkiraan permintaan kredit baru pada kuartal I 2021 sebesar 49,4%, lebih tinggi dibandingkan 25,4% pada kuartal sebelumnya, maupun 23,7% pada kuartal I 2020. "Perkiraan pertumbuhan tersebut mengindikasikan perbaikan kinerja pembiayaan kuartal I 2021," katanya. 

Pada jenis kredit konsumsi, penyaluran kredit kepemilikan rumah/apartemen masih menjadi prioritas utama, disusul oleh multiguna dan kredit kendaraan bermotor.

Responden memperkirakan kredit 2021 tumbuh positif sebesar 7,3%, berbeda dibandingkan realisasi pertumbuhan kredit sampai November 2020 sebesar negatif 1,4%. Responden menyampaikan bahwa perkiraan kinerja penyaluran kredit tahun 2021 didukung oleh optimisme terhadap kondisi moneter dan ekonomi, serta relatif terjaganya risiko penyaluran kredit.

Di sisi lain, penghimpunan dana pihak ketiga diproyeksikan melambat pada kuartal I 2021 sebagaimana tercermin dari SBT pertumbuhan DPK sebesar 17,1%, lebih rendah dibandingkan 88% pada kuartal sebelumnya . Perlambatan pertumbuhan DPK diprakirakan terjadi pada jenis instrumen giro dan tabungan, yang terindikasi dari nilai SBT yang turun masing-masing dari 85,2% dan 89% pada kuartal IV 2020, menjadi 56,2% dan 43,7%.

Sementara itu, instrumen deposito diramal tumbuh negatif, terindikasi dari nilai SBT sebesar minus 8,2%, berbeda dari 74,2% pada  kuartal sebelumnya.

Ekonom Senior Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet menjelaskan, survei perbankan BI dilakukan pada kuartal IV 2020. Pada saat itu, ekonomi Indonesia memang dalam kondisi yang sedikit membaik yang antara lain terlihat dari  indeks PMI dan penjualan riil yang menunjukkan capaian lebih baik dibandingkan kuartal III 2020.

Perbaikan ekonomi pada kuartal keempat tahun lalu melatarbelakangi optimisme proyeksi penyaluran kredit baru pada kuartal I 2021. Namun, kenyatannya pemerintah kembali menerapakan Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat pada awal tahun ini. "Tentu ini akan berpengaruh terhadap dinamikan penyaluran kredit pada kuartal I 2021," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Selasa (19/1).

Saat ini, para pelaku usaha belum sepenuhnya akan melakukan ekspansi usaha dan cenderung masih akan menunggu bagaimana kondisi perekonomian sepanjang kuartal I 2021. Dengan demikian, kredit baru belum akan tumbuh signifikan seperti hasil survei bank sentral.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso sebelumnya optimistis penyaluran kredit akan lebih baik pada tahun ini mencapai 6,5% hingga 8,5% usai terkontraksi tahun lalu. OJK juga akan melonggarkan sejumlah kebijakan penyaluran kredit untuk mendorong permintaan. 

Wimboh menyebut, relaksasi akan dilakukan dengan menurunkan bobot risiko dalam perhitungan aset tertimbang menurun risiko atau ATMR kredit properti dan kredit kendaraan bermotor. Lembaga supervisi ini juga akan memberikan kelonggaran bobot risiko ATMR dan batas maksimum pemberian kredit atau BMPK untuk kredit di sektor kesehatan.

"Kelonggaran ini untuk memberikan ruang bagi sektor kesehatan berkontribusi terhadap penanganan pandemi Covid-19. Detail kebijakan akan kami jelaskan terpisah," kata Wimboh.

Selain itu, Wimboh telah memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit hingga Maret 2020. Insentif pemerintah berupa subsidi bunga dan penjaminan kredit UMKM dan Korporasi dipastikan akan terus berjalan.  Dengan perpanjangan restrukturisasi kredit, menurut Wimboh, debitur dapat secara berulang mengajukan restrukturisasi kredit sepanjang masih memiliki prospek usaha. Perbankan pun diminta tak membebani debitur dengan biaya  yang berlebihan.

“Relaksasi aturan restrukturisasi harus dipandang sebagai kebijakan yang win-win solution dan terukur, sehingga tidak deadlock.” katanya. 

Reporter: Agatha Olivia Victoria