Suku Bunga BI Turun, Simpanan di Bank Berpotensi Tergerus Kembali

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Ilustrasi. Jumlah simpanan di bank berpotensi turun setelah BI menurunkan suku bunga acuan, BI 7 Days Reverse Repo Rate ke level terendahnya sepanjang masa 3,5%.
19/2/2021, 21.52 WIB

Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuannya, BI 7 Days Reverse Repo Rate, sebanyak 25 basis poin, dari 3,75% menjadi 3,5%. Ini menjadi bunga kebijakan terendah sepanjang sejarah. Dengan demikian, suku bunga perbankan akan berangsur turun.

Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy berpendapat bahwa dengan penurunan suku bunga kebijakan, masyarakat akan cenderung untuk kembali mengalihkan simpanannya ke instrumen investasi.

"Instrumen investasi menawarkan imbal hasil yang relatif lebih menguntungkan. Salah satunya ke instrumen obligasi pemerintah," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Jumat (19/2).

Dia menambahkan, imbal hasil yang ditawarkan obligasi ini cenderung lebih tinggi dibandingkan deposito. Di saat yang sama, pemerintah juga gencar menerbitkan obligasi ritel yang bisa didapatkan dengan mudah.

Kendati demikian, sambung Yusuf, masyarakat juga masih akan mengandalkan tabungan sebagai dana siap pakai dalam kondisi saat ini. "Terutama untuk mengantisipasi jika kondisi ekonomi tidak berjalan seperti yang diharapkan," kata dia.

Menurut data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), total simpanan masyarakat di atas Rp 5 miliar per Desember 2020, turun 1,3% dibandingkan November 2020. Ini lantaran sepanjang tahun lalu BI memangkas suku bunga hingga lima kali sebesar 125 basis poin, dari 5% menjadi 3,75% demi mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi.

Di sisi lain, turunnya suku bunga juga berpotensi membuat modal asing mengalir ke luar Yusuf memperkirakan terdapat peluang aliran modal asing yang keluar sepanjang tahun ini sebagai dampak dari penurunan bunga acuan "Apalagi melihat tren sentimen perbaikan ekonomi AS," ujar dia.

Bank sentral mencatat, aliran modal asing yang keluar dari pasar keuangan RI dalam bentuk investasi portofolio sebesar Rp 3,54 triliun sepanjang pekan ini. Dana tersebut keluar dari pasar surat berharga negara (SBN) Rp 2,4 triliun dan pasar saham Rp 1,14 triliun.

Meski demikian, Yusuf menuturkan bahwa aliran modal asing masih akan masuk ke Tanah Air mengimbangi potensi dana asing yang keluar. Alasannya, imbal hasil SBN 10 tahun yang masih menarik yakni 6,25% dan prospek pemulihan pertumbuhan ekonomi tahun ini di level 4-5%.

Analis Bahana Raden Rami Ramdana, Dwiwulan, dan Satria Sambijantoro menilai, penurunan suku bunga acuan sejauh ini diikuti oleh transmisi moneter yang lambat. Bank sentral melaporkan pertumbuhan kredit turun 2,41% per Desember 2020, berbeda dengan pertumbuhan deposito yang kuat yakni 10,57%. 

Selanjutnya, suku bunga dasar pinjaman (SBDK) Indonesia atau suku bunga yang dibebankan bank umum untuk pinjaman dengan premi tanpa risiko turun hanya 75 bps menjadi 10,11%. Selama siklus pelonggaran 125 bps bunga BI tahun lalu, bunga pinjaman untuk modal kerja, investasi, dan konsumsi turun masing-masing 88, 102, dan 65 bps.

Maka dari itu, BI dinilai harus mengadopsi sikap yang lebih berhati-hati ke depan karena bank sentral di seluruh dunia cenderung untuk membalikkan kebijakan, bukan melanjutkan.

"Siklus pelonggaran mereka untuk mengantisipasi lonjakan inflasi dan kenaikan imbal hasil global," ujar Raden, Dwiwulan, dan Satria dalam hasil kajiannya yang diterima Katadata.co.id.

Dengan pemangkasan pada bulan ini, ruang lingkup untuk penurunan suku bunga lebih lanjut akan terbatas. Apalagi, di tengah meningkatnya imbal hasil treasury Amerika Serikat, yang telah mendorong imbal hasil INDOGB ke level tertinggi dalam lima bulan.

Reporter: Agatha Olivia Victoria