Sri Mulyani Usul Pajak Barang Mewah Mobil Listrik Naik, Ini Rinciannya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan revisi atas tarif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan listrik. Melalui revisi tersebut, Sri Mulyani berencana menaikan tarif pajak untuk kendaraan hybrid.
"Investor mengharapkan ada perbedaan antara full baterai dengan yang hybrid," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (15/3).
Ada dua skema yang diusulkan pemerintah terkait perubahan tarif. Namun, hanya tarif PPnBM kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) yang tidak berubah dari 0% pada aturan sebelumnya yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 73/2019. Sedangkan untuk kendaraan listrik Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), diusulkan naik dari 0% menjadi 5% pada skema I atau 8% pada skema II.
PPnBM kendaraan full hybrid dengan emisi CO2 dibawah 100 diusulkan naik dari 2% menjadi 6% atau 10%. Lalu pajak untuk kendaraan full hybrid dengan emisi CO2 100-125 diusulkan naik dari 5% menjadi 7% atau 11% dan full hybrid CO2 di atas 125 hingga 150 diusulkan tetap 8% atau naik menjadi 12%.
Kemudian, pajak kendaraan mild hybrid dengan CO2 di bawah 100 diusulkan tetap 8% atau naik menjadi 12%. PPnBM kendaraan mild hybrid dengan CO2 100-125 diusulkan tetap 10% atau naik menjadi 13% dan kendaraan mild hybrid diusulkan tetap 12% atau naik 14%.
Sri Mulyani menjelaskan, perubahan skema I ke skema II akan diterapkan dengan prakondisi dua tahun setelah adanya investasi yang signifikan di produk mobil BEV. "Tepatnya realisasi investasi signifikan sebesar Rp 5 triliun," ujar dia.
Adapun ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Perindustrian mengacu pada Perpres 55/2019. Sementara impor kendaraan bermotor, menurut Sri Mulyani tidak masuk dalam program dan dikenakan tari PPnBM sesuai dengan kategori passenger vehicle dan komersial sesuai PP 73/2019.
Dalam PP 73/2019, pengenaan PPnBM diberikan dengan dasar konsumsi bahan bakar dan tingkat emisi CO2. Pengelompokan kapasitas mesin terdiri dari tiga kelompok yaitu di bawah 3.000 cc, 3.000-4.000 cc, dan di atas 4.000 cc.
Pengelompokan tipe kendraan tidak memberdakan sedan dan non sedan. Prinsipnya, semakin rendah emisi semakin kecil tarfi pajak. Sebaliknya, semakin tinggi kapasitas mesin semakin besar tarif pajak.
Bendahara Negara menuturkan pengenaan PPnBM dilakukan sebagai bentuk keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen berpenghasilan tinggi. "Kemudian, perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas barang kena pajak yang tergolong mewah, perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional, dan untuk mengamankan penerimaan negara," katanya.
Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad menilai, pemerintah seharusnya tidak menaikkan tarif PPnBM kendaraan listrik. "Hal tersebut supaya mendorong konsumen menggunakan kendaraan ramah lingkungan," kata Kamrussamad dalam kesempatan yang sama.
Tarif PPnBM kendaraan listrik pada PP 73 tahun 2019, menurut dia, sudah sangat akomodatif. Dengan demikian, belum diperlukan revisi tarif karena belum ada kemajuan yang jelas dari industri kendaraan berlistrik dengan adanya tarif pajak tersebut.
Anggota Komisi XI DPR Misbakhun mengatakan bahwa kendaraan listrik hingga kini masih kurang diminati oleh masyarakat. Masih banyak masyarakat yang belum yakin dengan daya tahan kendaraan listrik. "Ini harus dipertimbangkan oleh pemerintah dalam mengubah tarif PPnBM," kata Misbakhun.