Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,18% ke level Rp 14.522 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot pagi ini, Kamis (8/4). Rupiah turun tipis usai rilis hasil notula rapat Bank Sentral AS, The Fed.
Mengutip Bloomberg, rupiah kian melemah dari posisi pembukaan ke Rp 14.570 per dolar AS. Mayoritas mata uang Asia turut melemah terhadap dolar AS. Dolar Taiwan turun 0,01%, won Korea Selatan 0,23%, peso Filipina 0,01%, rupee India 1,54%, yuan Tiongkok 0,12%, ringgit Malaysia 0,27%, dan baht Thailand 0,2%. Hanya yen Jepang, dolar Hong Kong, dan dolar Singapura yang menguat masing-masing 0,1%, 0,01%, dan 0,02%.
Meski dibuka melemah, Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan, rupiah hari ini berpeluang menguat seiring outlook melemahnya dolar AS dan turunnya tingkat imbal hasil obligasi AS. "Perkiraan ini setelah hasil notula rapat The Fed semalam tidak memberikan katalis baru yang dapat menggerakan arah pasar," kata Faisyal kepada Katadata.co.id, Kamis (8/4).
Hasil notula rapat Fed pada Maret mengonfirmasi bahwa otoritas tersebut tidak akan terburu-buru meningkatkan bunga acuan. Pertemuan tersebut juga mengindikasikan bahwa The Fed masih menbutuhkan waktu untuk mengurangi pembelian asetnya.
Pada perdagangan pagi ini, indeks dolar AS melemah 0,01% ke level 92.44. Mata uang Negeri Paman Sam loyo terhadap pound Inggris dan franc Swiss meski menguat jika dibanding euro, dolar Australia, dan dolar Kanada.
Sentimen positif lainnya yang berpeluang memicu penguatan rupiah, menurut Faisyal, adalah pandangan terbaru dari Dana Moneter Nasional (IMF). Lembaga tersebut baru saja yang meningkatkan prospek pertumbuhan ekonomi global dari 5,5% menjadi 6%.
Peningkatan ramalan tersebut, menurut dia, berpotensi memicu permintaan aset berisiko seperti rupiah. "Hanya yang perlu diwaspadai pasar adalah turunnya cadangan devisa Indonesia yang kemungkinan dapat membatasi penguatan rupiah," ujar dia. Dengan demikian, potensi rentang hari ini terlihat di antara Rp 14.385 - 14.510 per dolar AS.
Bank Indonesia mencatat, posisi cadangan devisa per akhir Maret 2021 sebesar US$ 137,1 miliar, turun dibandingkan bulan sebelumnya US$ 138,8 miliar. Penurunan cadangan devisa terutama dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah. "Cadangan devisa dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah sesuai pola jatuh tempo pembayarannya," ujar Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam siaran pers, Rabu (7/4).
Erwin memastikan, posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 10,1 bulan impor atau 9,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Cadangan devisa juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. "BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," katanya.
Senada, Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam memperkirakan rupiah melanjutkan penguatannya hari ini meski dalam rentang yang tipis. "Mulai menurunnya imbal hasil obligasi menahan berlanjutnya pelemahan rupiah," ujar Piter kepada Katadata.co.id, Kamis (8/4).
Imbal hasil alias yield surat utang AS tenor 10 tahun kemarin turun tipis sebesar 0,3 basis poin ke level 1,653%. Level ini merupakan yang terendah selama dua minggu terakhir.
Piter berpendapat bahwa penurunan yield tersebut dipicu oleh membaiknya sentimen pasar setelah IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Di sisi lain, BI juga akan terus berada di pasar memanfaatkan momentum penguatan rupiah ini. "Rupiah hari ini saya perkirakan berada di rentang Rp 14.450 - 14.490 per dolar AS," kata dia.