Restrukturisasi Kredit Turun Jadi Rp775 T, Sinyal Ekonomi Mulai Normal

Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi. OJKmenilai penurunan angka kredit yang direstrukturisasi menunjukkan kondisi sudah normal.
14/6/2021, 19.30 WIB

Otoritas Jasa Keuangan mencatat, restrukturisasi kredit dan pembiayaan perbankan pada April 2021 mencapai Rp 775,32 triliun, turun dibandingkan pada awal pandemi Rp 900 triliun. Lembaga pengawas perbankan ini menilai penurunan angka kredit yang direstrukturisasi menunjukkan kondisi sudah mulai normal. 

"Artinya sudah menjadi normal meski tidak semuanya," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (14/6).

Restrukturisasi kredit perbankan diberikan kepada 5,29 juta debitur. Secara perinci, sebanyak Rp 299,15 triliun kepada 3,71 juta debitur UMKM dan Rp 476,16 triliun kepada 1,58 juta debutur non UMKM.

Menurut Wimboh, masih terdapat beberapa sektor yang masih memiliki beban berat terutama yang bergantung pada mobilitas. Salah satunya, sektor pariwisata yang masih terus turun seiring menurunnya turis asing. 

Wimboh juga sejak awal memperkirakan terdapat zombie company akibat pandemi. "Kami identifikasi sektor itu dan pelaku usahanya hanya mau bertahan. Jangan diharapkan dapat menyerap kredit secara besar karena memang tidak perlu," katanya.

Ia pun terus memantau beberapa perusahaan besar yang masih terkena dampak pandemi. Perusahaan-perusahaan tersebut, menurut dia, belum memerlukan kucuran kredit yang besar untuk memulihkan bisnis. 

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa kemampuan membayar kredit alias interest coverage ratio (ICR) sektor-sektor ekonomi di tengah pandemi berbeda-beda. "Ini persoalan OJK untuk memberikan pinjaman dan sektor yang semakin terpukul yang makin tidak mau membayar perlu diintervensi," ujar Sri Mulyani.

Ia menjelaskan bahwa kemampuan membayar sektor yang mampu bertahan di tengah pandemi alias resilience berada di atas threshold 1,5. Sedangkan, kelompok slow starter dan growth driver berada di bawah threshold.

Menurut Bendahara Negara, kelompok slow starter mengalami kontraksi poenjualan paling dalam di tengah pandemi. Kelompok yang dimaksud yakni perdagangan, konstruksi, transportasi, dan jasa. Sementara, kelompok growth driver merupakan sektor yang tumbuh cepat seperti manufaktur.

Sebelumnya, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia Sunarso mengatakan, terdapat lima sektor prioritas yang dapat mendorong pertumbuhan kredit. Kelima sektor itu, yakni industri manufaktur, pertanian, kehutanan dan perikanan, perdagangan, konstruksi, serta akomodasi dan makanan minuman.

"Semua ini akan mendorong pertumbuhan kredit dan dapat segera memulihkan ekonomi nasional," ujar Sunarso dalam acara Indonesia Data and Economic Conference 2021 yang bekerja sama dengan Barito Pacific, akhir Maret 2021.

Pemilihan sektor tersebut didasarkan pada lima kriteria. Pertama, kontribusinya besar dalam produk domestik bruto. Kedua, penyerapan tenaga kerja yang tinggi.

Ketiga, upah tenaga kerja yang murah. Keempat, analisis tabel input-output backward linkage index. Kelima, analisis tabel input-output forward linkage index.

Sunarso pun menyarankan agar dana pemulihan ekonomi nasional 2021 hingga kebijakan Bank Indonesia dan OJK dapat difokuskan kepada lima sektor tersebut. Kontribusi lima sektor ini cukup besar terhadap perekonomian mencapai 60,1% dengan penyerapan tenaga kerja sekitar 75,4%.

Reporter: Agatha Olivia Victoria