Sri Mulyani Ungkap Barang dan Jasa yang Akan Kena PPN dalam RUU KUP

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi. Pemerintah berencana mengenakan PPN pada kelompok barang kebutuhan pokok. Namun, PPN hanya dikenakan pada bahan pangan premium, seperti beras shirataki hingga daging sapi wagyu.
28/6/2021, 15.20 WIB

Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengecualian pajak pertambahan nilai (PPN) terbanyak di Asia. Menteri Keuangan Sri Mulyani berencana mengurangi pengecualian dan fasilitas PPN guna menggenjot penerimaan pajak melalui Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

"Pengaturan kembali objek dan fasilitas PPN agar lebih mencerminkan keadilan serta tepat sasaran." kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (28/5).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut memerinci, barang dan jasa yang tetap dikecualikan dari pemungutan PPN yakni barang yang sudah menjadi objek Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) seperti restoran, hotel, parkir, dan hiburan. Kemudian, uang emas batangan untuk cadangan devisa negara, serta surat berharga. Sementara barang pertanian, peternakan, perikanan, kebutuhan pokok, dan tambang yang saat ini masuk dalam daftar yang dikecualikan dari PPN akan dikeluarkan. 

Ia juga menyebut jasa yang  nantinya tetap dikecualikan dari PPN yakni hanya jasa pemerintahan umum yang tidak dapat disediakan pihak lain dan peceramah keagamaan. Adapun jasa pendidikan, kesehatan, keuanga, sosial, asuransi, kesenian dan hiburan, angkutan umum, parkir, dan lainnya yang saat ini masuk dalam daftar pengecualian PPN akan dikeluarkan.

Kendati demikian, ia menegaskan bahwa barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan akan dikenakan PPN dengan tarif yang lebih rendah dari tarif normal.

 "Atau dapat tidak dipungut PPN, serta bagi masyarakat yang tidak mampu dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi," ujarnya.

Selain itu, Sri Mulyani menyebutkan  fasilitas pengecualian PPN akan diberikan kepada barang atau jasa pendorong ekspor di dalam dan di luar kawasan tertentu dan hilirisasi, barang atau jasa strategis, serta kelaziman dan perjanjian internasional.

Menurut Sri Mulyani, pengecualian PPN atas barang dan jasa serta fasilitas di Indonesia terlalu banyak dibandingkan negara Asia lainnya. "Ini menyebabkan distorsi dan terjadinya ketimpangan kontribusi sektor usaha pada produk domestik bruto dan PPN dalam negeri," kata dia.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria