Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sepakat untuk meloloskan Nyoman Adhi Suryadnyana sebagai anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru meski menuai kritik. Total kekayaan Nyoman yang menjabat sebagai pejabat di Kementerian Keuangan mencapai Rp 6,39 miliar.
Kekayaan Nyoman terungkap dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK. Harta yang dimilikinya terdiri atas tanah dan bangunan seluas 181 m2/179 m2 di kota Jakarta Timur, DKI Jakarta. Aset tersebut bernilai Rp 1,7 miliar yang tercatat sebagai aset hasil sendiri.
Nyoman juga memiliki sejumlah alat transportasi dengan nilai Rp 173,5 juta yang juga berstatus hasil sendiri. Ini terdiri atas satu buah mobil minibus Toyota Kijang Inova tahun 2009 Rp 137 juta dan sepeda motor Honda NSR tahun 2001 dengan nilai Rp 9,5 juta.
Selain itu, alat transportasi lain miliknya yakni beberapa jenis sepeda yang nilainya mencapai Rp 27 juta. Ini terdiri atas dua sepeda polygon, yaitu satu pacific dan satu dahon. Kemudian dua sepeda MTB dan dua sepeda lipat tahun 2020.
Ada juga kekayaan yang berasal dari harta bergerak lainnya yang bernilai Rp 1,9 miliar, kas dan setara kas Rp 2,1 miliar dan harta lainnya Rp 447 juta. Sementara itu, Nyoman melaporkan tidak memiliki utang.
Nyoman berhasil lolos menjadi anggota BPK setelah Komisi XI DPR RI menyelesaikan tahap fit and proper test dalam dua hari terakhir. Dalam sesi voting yang diikuti 56 anggota BPK pada Kamis malam (9/9), Nyoman berhasil memperoleh 44 suara, mengungguli dukungan yang diperoleh Dadang Suwarna sebanyak 12 suara.
"Calon anggota BPK terpilih yaitu saudara Nyoman Adhi Suryadnyana ini akan kami proses sesuai mekanisme," kata Ketua Komisi XI DPR RI Gito Ganinduto dalam Rapat Pengambilan Keputusan Calon Anggota BPK RI, Kamis malam (9/9).
Ia tetap lolos sekalipun pencalonannya diwarnai banyak protes dari berbagai pihak. Hal ini karena Nyoman ikut seleksi meski statusnya belum genap dua tahun lepas dari jabatan lamanya di Kementerian Keuangan. Dia diketahui pernah menjabat sebagai sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea-Cukai Manado dengan posisi satker eselon III dan berhenti sejak 20 Desember 2019 lalu.
Statusnya itu bertentangan dengan ketentuan dalam UU Nomor 15 tahun 2006 tentang BPK. Dalam Aturan tersebut pasal 13 huruf (j) tertulis, calon anggota BPK tidak menjabat sebagai pegawai di lembaga pengelola keuangan negara minimal dua tahun.
DPR juga sempat menyecar Nyoman terkait statusnya tersebut. Dalam pembelaannya, Nyoman mengutip keputusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 118/MA/2009 tertanggal 24 Juni 2009. Menurut Nyoman, MA memberikan penilaian bahwa setiap UUdibuat tanpa ada conflict of interest.
Ia menilai, maksud dari konflik kepentingan yakni orang yang diterima dalam seleksi, nantinya tidak ada potensi menggunakan kewenangan untuk menilai hasil pekerjaan pada masa lalu.
"Kantor Saya sudah diperiksa oleh BPK. Dari hasil pemeriksaan, kantor Saya dinyatakan tidak ada hal atau temuan yang belum ditindaklanjuti. Semua sudah selesai dan dilaksanakan tindaklanjutnya," ujar Nyoman dalam sesi Fit and Proper Test, Rabu (8/9).
Bukti dari pemeriksaan tersebut, tecermin dari surat yang sudah diterbitkan oleh BPK dan Kepala Kantor Wilayah Sulawesi Utara. Namun, jika dirasa belum cukup, dia menyarankan DPR memeriksa langsung Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS), baik 2019 maupun 2020.
Menurut dia, berdasarkan dokumen IHPS itu, kantornya sudah tidak ada tanggungan. “Maka setelah itu, Saya mendaftar. Dalam pikiran saya, tidak ada beban masa lalu," kata Nyoman.