Pemerintah mulai membahas Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD) bersama Dewan Perwakilan Rakyat. Salah satu usulan dalam RUU tersebut, yakni pemerintah daerah (pemda) dapat membentuk dan mengelola dana abadi .
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pembentukan dana abadi daerah hanya dapat dilakukan oleh daerah yang memiliki kapasitas fiskal sangat tinggi dengan layanan publik yang terpenuhi dengan baik.
“Dana abadi dapat dikelola untuk generasi ke depan,” ujar Sri Mulyani dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI membahas RUU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, Senin (13/9).
Sri Mulyani menjelaskan, dana abadi adalah dana yang bersumber dari APBD yang bersifat abadi dan tidak dapat digunakan untuk belanja. Dana abadi ini dibentuk dengan tujuan:
- Mendapatkan menfaat ekonomi, menfaat sosial, dan/atau manfaat lainnya
- Memberikan sumbangan kepada penerimaan daerah.
- Kemanfaatan umum lintas generasi.
Pengelolaan dana abadi, menurut dia, dilakukan dengan penetapan Peraturan Daerah. Dana abadi juga dikelola oleh bendahara umum daerah atau BLUD dan dilakukan dalam investasi yang bebas dari risiko penurunan nilai.
Sri Mulyani mengingatkan daerah harus memilki pengelolaan risiko dan fungsi perbendaharaan yang lebih baik seiring kepercayaan yang semakin besar kepada daerah. Selain pembentukan dana abadi, kepercayaan pemerintah pusat diberikan dengan memperluas instrumen pembiayaan utang yang dapat diterbitkan pemerintah daerah, mencakup surat berharga syariah atau sukuk.
“Pemerintah merancang perluasan instrumen pembiayaan dengan tetap mengedepankan aspek kehati-hatian,” kata dia.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah menyadari kebutuhan anggaran pembangunan pusat dan daerah melebihi penerimaan negara pada satu tahun anggaran. Untuk itu, daerah perlu diberikan kewenangan untuk memanfaatkan berbagai sumber pembiayaan yang ada.
Total anggaran pembangunan yang dibutuhkan pada 2020 hingga 2024 mencapai Rp 6.421 triliun. Sementara APBN dan APBD hanya mampu menyediakan 30% dari kebutuhan tersebut. “Banyak Pemda yang masih menggantungkan sumber pendanaan dari APBN karena tidak ada kewajiban pengendalian,” katanya.
Ia mengatakan, daerah sebenarnya sudah mendapatkan kepercayaan untuk mengelola instrumen pembiayaan dengan menarik pinjaman atau menerbitkan obligasi daerah melalui UU Nomor 33 Tahun 2004. Namun, pemanfaatan oleh daerah masih sangat terbatas.
Untuk itu, menurut Sri Mulyani, pemerintah juga akan menyederhanakan mekanisme pembiayaan utang daerah tanpa mempengaruhi sustainabilitas dan akuntabilitas keuangan daerah.