Kondisi Ekonomi Membaik, BPS Catat Impor Bahan Baku Naik pada Agustus

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pras.
BPS mencatat, impor pada Agustus naik 10,35% dibandingkan bulan lalu atau 55,26% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 16,68 miliar.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
15/9/2021, 16.31 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor bahan baku atau penolong dan barang modal meningkat pada Agustus 2021 dibandingkan bulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun lalu. Kondisi ini dinilai menggambarkan kondisi ekonomi domestik yang semakin membaik.

Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan, impor pada Agustus naik 10,35% dibandingkan bulan lalu atau 55,26% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 16,68 miliar. Kenaikan impor antara lain didorong oleh impor barang modal yang naik 16,44% secara bulanan atau 34,56% secara tahunan menjadi US$ 2,41 miliar dan impor bahan baku/penolong yang naik 8,39% secara bulanan atau 59,59% menjadi US$ 12,38 miliar. 

"Permintaan industri kemungkinan cukup bagus, ditandai dengan permintaan bahan baku yang cukup tinggi," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Rabu (15/9).

Kenaikan impor bahan baku/penolong berkorealasi tinggi terhadap produksi nasional. Hal ini lantaran sebagian besar bahan baku/penolong industri masih berasal dari impor. 

Di sisi lain, BPS juga mencatat, impor konsumsi naik 15,34% secara bulanan atau 58,23% secara tahunan menjadi US$ 1,89 miliar. Berdasarkan negara asalnya, kenaikan impor terutama terjadi pada barang-barang yang berasal dari Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan.

Adapun total impor sepanjang Januari-Agustus mencapai US$ 122,83 miliar atau naik  33,36% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kontribusi terbesar diberikan oleh impor mesin dan peralatan mekanik.

Sementara itu, ekspor pada Agustus 2o21 mencapai US$ 21,42 miliar melesat 20,92% dibandingkan bulan sebelumnya atau 64,1% dibandingkan Agustus 2020. ekspor migas naik 7,48% secara bulanan atau melesat 77,93% secara tahunan menjadi US$ 1,07 miliar. Sedangkan ekspor nonmigas naik 21,75% secara bulanan atau 63,43% secara tahunan menjadi US$ 20,36 miliar. 

Kinerja ekspor tak lepas dari tren kenaikan harga sejumlah komoditas yang masih berlanjut pada bulan lalu. Harga batu bara naik 11,04% , minyak kelapa sawit 6,85%, dan kernel oil 4,66%. Kenaikan harga juga terjadi pada alumunium, timah, dan nikel. Sementara itu, penurunan harga terjadi pada tembagas sebesar 0,85%, emas 1,25%, dan minyak mentah Indonesia atau ICP 6,06%.

Harga komoditas yang meningkat mendorong ekspor di sektor tambang melesat 27% secara bulanan atau 162,89% secara tahunan menjadi US$ 3,64 miliar. Ekspor industri pengolahan juga naik 20,67% secara bulanan atau 52,62% secara tahunan menjadi U$ 16,37 miliar. Adapun ekspor pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 17,89% secara bulanan atau turun 0,42% secara tahunan menjadi US$ 0,34 miliar.

Berdasarkan golongan barang berdasarkan kode hs dua digit, kenaikan ekspor terutama terjadi pada kelompok lemak dan minyak hewani/nabati US$ 1,54 miliar, bahan bakar mineral US$ 573 juta, serta biji, logam, terak, abu US$ 213 juta. 

Kenaikan ekspor terbesar terjadi untuk negara tujuan Tiongkok mencapai US$ 1,2 miliar, India US$ 759 juta dan Jepang US$ 435 juta. Sedangkan penurunan ekspor terjadi ke negara tujuan Kamboja, Georgia, dan Polandia. 

Reporter: Abdul Azis Said