Bank Indonesia (BI) memastikan akan terus memonitor transaksi kripto di tanah air seiring jumlah investor di dalam negeri yang terus meningkat hingga semester pertama tahun ini. Meski jumlah transaksinya meningkat, nilai perdagangan kripto di tanah air yang masih jauh di bawah pasar saham.
"Dampak perdagangan aset kripto pada stabilitas sistem keuangan masih terbatas, tetapi perlu terus dimonitor," tulis dalam laporan Kajian Stabilitas Keuangan yang dirili BI siang ini, Selasa (5/10).
BI mengutip sikap Dewan Stabilitas Keuangan (FSB) yang memandang bahwa dampak transaksi aset kripto terhadap stabilitas sistem keuangan saat ini masih relatif rendah. Hal ini sejalan dengan eksposur transaksi aset kripto yang jumlahnya masih terbatas.
Bank Sentral menilai perdagangan aset kripto di dalam negeri masih bersifat early stage alias tahap awal. Hal ini terlihat dari fasilitas yang dimiliki oleh pedagang yang masih terbatas di pasar spot. Jumlah transaksi aset kripto juga masih kecil jika dibandingkan nominal transaksi saham yang mencapai rata-rata Rp 15 triliun-Rp 35 triliun per hari.
Meski demikian, BI memperkirakan jumlah investor kripto pada Juni 2021 telah mencapai kurang lebih 6,5 juta. Jumlah ini bahkan dua kali lebih banyak dibandingkan investor pasar saham yang mencapai sekitar 2,4 juta investor.
BI juga memberikan catatan bahwa perhitungan itu bisa saja meleset karena perdagangan kripto dilakukan secara terbatas oleh investor tanpa adanya nomor identitas sebagaimana SID di pasar saham. Dengan demikian, ada kemungkinan perhitungannya ganda.
Meski begitu, BI menyadari bahwa minat masyarakat pada aset kripto masih cukup tinggi dan berpotensi mendorong jumlah investornya semakin banyak. Apalagi, menurut BI, investor dapat dengan mudah membuka akun transaksi kripto di berbagai platform dengan modal yang relatif kecil. Ini yang menurut Bank Sentral menjadi salah satu pemicu kenaikan signifikan pada perdagangan dan harga kripto awal tahun 2021.
BI juga menyebut ada tren di sektor rumah tangga Amerika Serikat yang kini juga mulai melirik aset kripto sebagai alternatif investasi. Kondisi ini dipengaruhi adanya stimulus fiskal pemerintah.
Dengan kondisi tersebut, Otoritas Moneter melihat terdapat tiga potensi risiko dari berkembangnya investasi di aset kripto yang perlu terus dimonitor. Pertama, risiko pasar yang muncul dari volatilitas harga aset tanpa adanya underlying transaction, sehingga valuasi menjadi sulit dilakukan. Kedua, risiko kredit apabila dana yang digunakan masyarakat untuk berinvestasi berasal dari pinjaman lembaga keuangan.
Ketiga, risiko disintermediasi. Shifting penggunaan dana untuk tujuan investasi di aset kripto dapat berdampak pada penurunan pembiayaan ke sektor riil.
BI memperingatkan masyarakat untuk memiliki literasi yang baik terhadap risiko berinvestasi di aset kripto. Apalagi aset ini diperdagangkan tanpa adanya underlying sehingga risikonya dinilai relatif tinggi.
Aset kripto cenderung volatile lantaran harganya bisa berubah signifikan dalam waktu yang cukup pendek. Pada Juni 2021, BI memantau harga Bitcoin yang merupakan kripto dengan valuasi terbesar dunia anjlok hingga 40% hanya dalam rentang waktu tiga bulan.
BI sendiri telah mengambil sikap melarang aset kripto sebagai alat pembayaran. Hal ini masih akan dipertahankan bank sentral sesuai dengan PBI Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan PBI No. 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
"Bank Indonesia akan terus melakukan monitoring secara intensif terhadap perkembangan aset kripto serta inovasi sistem pembayaran lainnya, dalam rangka menjaga stabilitas sistem pembayaran dan stabilitas sistem keuangan," demikian tertulisd dalam laporan tersebut.
Aset kripto telah diizinkan menjadi salah satu komoditas yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka atau kontrak derivatif lainnya dan diperdagangkan di bursa berjangka. Kripto masuk ke dalam kategori komoditas di bidang aset digital. Hal ini sebagaimana dalam UU No 10 tahun 20, Permendag No 99 tahun 2018 serta Peraturan Bappebti No 3 tahun 2019.
Saat ini pengawasan dan pengaturan atas aset kripto dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Adapun hingga Semester I 2021, sudah ada 13 pedagang aset kripto dan 229 aset kripto yang terdaftar di Bappebti