Rupiah Digital: Uji Coba, Keuntungan, dan Bedanya dengan Kripto
Mata uang digital kian populer di Indonesia. Merujuk data Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI), hingga akhir Mei 2021 jumlah investor mata uang kripto di Tanah Air sudah mencapai 6,5 juta.
Di sisi lain, saat cryptocurrency mendapat banyak perhatian, pemerintah berikhtiar merumuskan implementasi rupiah digital di Tanah Air. Lewat Bank Indonesia (BI), pemerintah berencana merilis uang rupiah digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC) untuk mengakomodasi ekonomi digital dalam negeri.
Meski begitu, pihak BI menegaskan kalua rupiah digital nantinya tidak akan menggantikan posisi uang kartal. Uang digital hadir untuk memudahkan masyarakat dalam bertransaksi di era digitalisasi, sehingga pembayaran bisa dilakukan secara non tunai atau cashless.
“Sekarang kita lihat saja, anak-anak milenial semakin sedikit membawa uang tunai di dompet. Semua mengandalkan pembayaran digital dari gadget,” ujar Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Senin (13/9).
Erwin menambahkan, jika uang digital telah dikembangkan, harapannya dapat membawa efisiensi ekonomi, serta dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Hingga kini, bank sentral masih melakukan riset terkait penerapan CBDC di masyarakat. Kendati demikian, belum ada tanggal pasti kapan rupiah digital akan diluncurukan.
Presidensi G20 Turut Membahas Rupiah Digital
Presiden Joko Widodo dijadwalkan berangkat ke Italia akhir Oktober mendatang untuk menghadiri serah terima Presidensi G20 dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Roma, Italia. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartanto, menyebutkan momentum tersebut akan menjadi awal masa kepemimpinan Indonesia di G20 dan menjadi tuan rumah berbagai kegiatan G20 untuk satu tahun ke depan.
"Presiden akan menghadiri penutupan KTT G20 di Roma pada 31 Oktober. Di sana, Presiden akan menerima secara resmi tongkat estafet Presidensi G20 dari Perdana Menteri Italia," kata Airlangga dalam jumpa pers online yang disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (14/9).
Dalam kesempatan lain, Gubernur BI Perry Warjiyo yang turut terlibat kegiatan Presidensi G20, mengatakan salah satu tugasnya berhubungan dengan kerja sama di bidang sistem pembayaran di era digital. Dia menyampaikan, pandemi telah menjadikan proses digitalisasi semakin cepat di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
"Inisiatif mengenai ini salah satunya kerja sama terkait digitalisasi sistem pembayaran antarnegara. Ini akan didorong, atau dikenal cross border payment," ucap Perry dalam konferensi pers, Selasa (14/9).
Kerja sama sistem pembayaran digital di bank sentral ke depan juga akan mencakup inisiatif bank-bank sentral mengeluarkan CBDC, termasuk rencana Indonesia menerbitkan rupiah digital. Nantinya, dalam Presidensi G20 akan dibahas beberapa materi terkait uang digital.
Pertama, bagaimana CBDC menjadi alat pembayaran yang sah di suatu negara. Kedua, bagaimana CBDC tetap mendukung tugas-tugas bank sentral dari sisi moneter sektor keuangan di sistem pembayaran dan ekonomi.
Ketiga, bagaimana CBDC dapat mendukung inklusi ekonomi keuangan, kerja sama di sistem pembayaran, termasuk cross border payment dan CBDC. Selain itu juga inisiatif untuk pembiayaan berkelanjutan, bagaimana uang digital bisa mendukung sektor riil yang lebih hijau. Selanjutnya, sektor keuangan bisa menopang inisiatif-inisiatif inklusi ekonomi dan keuangan khusus usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Sementara itu, dari pihak bank sentral dukungan akan diberikan melalui sistem pembayaran digital, termasuk di Indonesia untuk mendukung digitalisasi keuangan UMKM melalui pembayaran digital.
Uji Coba Rupiah Digital
Bank sentral menyiratkan bahwa Indonesia belum akan melakukan uji coba uang digital dalam waktu dekat. Bank Indonesia masih menimbang kondisi dalam negeri, dari sisi konteks kebutuhan negara Indonesia berbeda dari negara-negara lain.
Kebutuhan tersebut mengacu pada preferensi penggunaan uang digital yang lebih besar dibandingkan preferensi penggunaan uang kartal. Di sisi lain, beberapa negara Eropa cenderung sudah menunjukan preferensi penggunaan uang kartal yang rendah, sehingga memungkinkan mengimplementasikan uang digital, seperti halnya di Tiongkok.
Meski begitu, Indonesia terus melakukan riset terkait penerapan rupiah digital di tengah masyarakat. Selain itu, tidak menutup kemungkinan bagi bank sentral untuk bergabung dengan bank sentral lain ataupun lembaga internasional lainnya, seperti International Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB), World Bank.
Keuntungan Penerapan Rupiah Digital
Penerapan CBDC dinilai mampu meningkatkan efisiensi ekonomi, sehinga BI akan mengeluarkan dan mengedarkan rupiah digital melalui teknologi platform blockchain agar efisiensi distribusi uang digital dapat tercapai.
“Transaksi di pasar uang itu akan efesien dan zero transaction cost, karena tersambung dalam sistem digital currrency sesuai distributed ledger technology dalam konteks wholesale rupiah," kata Perry, Kamis (19/6).
Dia menambahkan, untuk retailer, bisa langsung mengunjungi ritel sehingga cost of transaction alias biaya transaksi bisa lebih rendah dan speed of transaction akan didukung BI Fast dan Snap yang bisa meningkatkan efisiensi ekosisitem, serta Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) yang terus diperluas.
Namun, ada risiko yang perlu diperhatikan terkait keamanan syber atau cyber security. Untuk mengatasinya, penerbitan dan peredaran CBDC akan dikontrol oleh bank sentral. Hal ini tentunya berbeda dengan sistem mata uang digital atau cryptocurrency yang tidak dikendalikan oleh regulator manapun.
Beda Rupiah Digital dan Cryptocurrency
Ada perbedaan mendasar antara rupiah digital dengan cryptocurrency. Uang kripto atau cryptocurrency di berbagai negara bukanlah alat pembayaran yang sah (legal tender). Sementara, CBDC dikontrol langsung oleh bank sentral dan difungsikan sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.
Rencana akan ada tiga model CBDC, yakni: indirect CBDC di mana tagihan (klaim) dilakukan ke perantara (bank komersial), sementara bank sentral hanya melakukan pembayaran ke bank komersial.
Model kedua yakni, direct CBDC di mana tagihan dilakukan langsung ke bank sentral. Model ketiga hybrid CBDC, di mana tagihan dilakukan ke bank sentral, tetapi bank komersial yang melakukan pembayaran.