Nilai tukar rupiah dibuka menguat tipis 9 poin di posisi Rp 14.357 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Jumat (5/11). Namun, rupiah berbalik melemah mendekati Rp 14.400 per dolar AS usai pengumuman pertumbuhan ekonomi kuartal III 2021 yang hanya mencapai 3,5%, di bawah ekspektasi Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Mengutip Bloomberg, rupiah melemah 0,19% di posisi Rp 14.393 per dolar AS hingga pukul 10.00 WIB. Mayoritas mata uang Asia juga melemah terhadap dolar AS. Yuan China turun 0,09%, ringgit Malaysia 0,14%, baht Thailand 0,1%, won Korea Selatan 0,31%, dan dolar Taiwan 0,13%.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan melemah ke kisaran Rp 14.380-Rp 14.400 per dolar AS, dengan potensi penguatan di level Rp 14.320. Hal ini terutama berpotensi terjadi jika angka pertumbuhan ekonomi lebih buruk dari perkiraan.
"Kalau pertumbuhan ekonomi lebih buruk mungkin semakin mendorong pelemahan," kata Ariston kepada Katadata.co.id.
BPS mencatat produk domestik bruto kuartal III yang dihitung atas harga dasar berlaku mencapai Rp 4.325,4 triliun dan atas harga dasar konstan Rp 2.815,9 triliun. "Kalau dihitung perekonomian pada 2021 dibandingkan kuartal II 2021 tumbuh 1,55% dan dibandingkan kuartal III 2020 3,51%. Sementara secara kumulatif tumbuh 3,24%," ujar Margo dalam Konferensi Pers, Jumat (5/11).
Angka ini berada di bawah lonsensus pasar yang dihimpun Katadata.co.id memperkirakan ekonomi pada kuartal ketiga tahun ini tumbuh 3,64%. Capaian ini juga lebih rendah dari proyeksi Menteri Keuangan Sri Mulyani sebesar 4,5% dan realisasi kuartal kedua yang mencapai 7,07%.
Ariston mengatakan, sentimen penggerak rupiah juga masih akan datang dari pengumuman bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) yang akan memulai tapering off atau pengetatan stimulus akhir bulan ini. Adapun tapering off berupa pengurangan pembelian aset.
"Kebijakan tapering masih menjadi pertimbangan pasar," kata Ariston.
Pengurangan pembelian aset akan menjadi langkah awal The Fed menarik diri dari intervensi kepada pasar dan ekonomi akibat tekanan pandemi. Sebelumnya, mereka memborong aset pemerintah senilai US$ 120 miliar, rinciannya US$ 80 miliar melalui US Treasury dan US$ 40 miliar di sekuritas beragun hipotek.
Mereka akan mengurangi pembelian tersebut masing-masing US$ 10 miliar di US Treausry dan US$ 5 miliar di sekuritas beragun hipotek. The Fed secara rutin akan mengurangi pembelian aset dengan besaran yang sama setiap bulannya. Pembelian dijadwalkan berakhir pada pertengahan tahun depan.
Di sisi lain, ia mengatakan pasar juga menantikan rilis data ketenagakerjaan AS bulan oktober. Pemerintah AS dijadwalkan akan merilis data terbaru ketenagakerjaan malam ini.
"Data ini menjadi bahan pertimbangan Bank Sentral AS untuk menaikan suku bunga acuannya bila data semakin membaik," kata Ariston.
Menurut perkiraan Dow Jones, akan ada tambahan 450 ribu pekerja baru sepanjang Oktober, naik dari capaian September sebanyak 194 ribu pekerja. Perbaikan di pasat tenaga kerja ini juga akan diikuti tingkat pengangguran yang diperkirakan turun menjadi 4,7% dari 4,8%. Upah per jam diperkirakan telah meningkat 0,4% pada bulan Oktober untuk kenaikan tahun ke tahun sebesar 4,9%. Itu naik dari kecepatan sekitar 4,6% pada bulan September.
Gubernur The Fed, Jerome Powell sebelumnya juga sempat mengatakan kenaikan bunga acuan belum akan dilakukan mengingat pasar tenaga kerja belum kembali pulih ke level sebelum pandemi. Ariston mengatakan perbaikan data tenaga kerja dapat mendorong sentimen tapering makin kuat dan mendorong pelemahan rupiah.