Rupiah Loyo ke 14.299 per Dolar AS Tertekan Inflasi AS yang Meroket

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Ilustrasi. Rupiah pagi ini melemah bersama mayoritas mata uang Asia lainnya.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
11/11/2021, 09.55 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,27% ke level Rp 14.292 per dolar AS di perdagangan pasar spot pagi ini. Rupiah tertekan rilis data inflasi AS yang mencatatkan kenaikan tertinggi dalam 30 tahun terakhir.

Mengutip Bloomberg, rupiah terus melemah hingga level Rp 14.299 pada pukul 09.45 WIB. Posisi ini kian melemah dari penutupan kemarin di level Rp 14.254 per dolar AS.

Mayoritas mata uang Asia lainnya juga memerah. Yen Jepang terkoreksi 0,15%, dolar Singapura 0,05%, dolar Taiwan 0,29%, won Korea Selatan 0,32%, peso Filipina 0,2%, rupee India 0,47%, yuan Cina 0,24%, ringgit Malaysia 0,23% dan bath Thailand 0,14%.S Sedangkan dolar Hong Kong stagnan.

Analis pasar uang Ariston Tjendra meramalkan rupiah bakal kembali tertekan hari ini di kisaran Rp 14.300, dengan potensi penguatan di kisaran Rp 14.200 per dolar AS. Rupiah kembali melemah terimbas rilis data harga-harga barang dan jasa di AS yang kembali inflasi tinggi pada Oktober.

"Kenaikan ini mendorong naiknya yield obligasi pemerintah AS," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Kamis (11/11).

Mengutip CNBC Internasional, Indeks Harga Konsumen (IHK) AS bulan lalu tercatat 6,2% secara tahunan, lebih tinggi dari perkiraan Dow Jones 5,9%. Kinerja ini sekaligus yang tertinggi dalam 30 tahun terakhir. Sementara inflasi bulanan tercatat 0,9%, juga di atas perkiraan sebesar 0,6%.

Inflasi inti bulanan naik 0,6% dari perkiraan 0,4%. Sementara inflasi inti secara tahunan mencapai 4,6%, juga lebih tinggi dari ekspektasi 4% dan tertinggi sejak Agustus 1991.

Inflasi terutama didorong lonjakan pada harga energi, penjualan kendaraan bekas hingga makanan. Harga bahan bakar minyak melonjak 12,3% secara bulanan dan 59,1% secara tahunan. Sementara harga energi secara keseluruhan naik 4,8% secara bulanan dan 30% dibandingkan tahun lalu.

Harga kendaraan bekas kembali menjadi kontributor besar da?am lonjakan harga, naik 2,5% dibandingkan bulan sebelumnya dan 26,4% untuk tahun ini. Harga kendaraan baru masing-masing naik 1,4% dan 9,8%.

Kemudian harga makanan juga menunjukkan kenaikan yang cukup besar, naik 0,9% secara bulanan dan 5,3% secara tahunan. Dalam kategori makanan, daging, unggas, ikan dan telur secara kolektif naik 1,7% secara bulanan dan 11,9% secara tahunan

Pada hari yang sama usai rilis data inflasi AS, yield US Treasury tenor 10 tahun kembali menanjak hingga level 1,56%. Tingkat yield sempat turun ke level 1,46% pada hari sebelumnya. Selain itu, kenaikan yield juga kompak pada semua jenis obligasi baik bertenor pendek maupun panjang.

"Yield yang lebih atraktif ini bisa mendorong pasar masuk kembali ke obligasi AS dan mendorong penguatan dollar AS," kata Ariston.

Meski demikian, Ariston juga mengatakan terdapat dua sentimen yang dapat menahan laju pelemahan tidak terlalu dalam. Pertama, inflasi AS yang terus memanas tidak serta merta mendorong bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) mempercepat kenaikan bunga acuan.

Ia mengatakan The Fed cenderung tidak ingin terburu-buru menaikkan suku bunga. The Fed juga telah mengonfirmasi bahwa pihaknya juga akan mempertimbangkan kondisi tenaga kerja sebelum mengambil langkah tersebut.

Kedua, sentimen perbaikan perekonomian domestik. "Selain itu kondisi ekonomi dalam negeri yang mulai bergerak kembali karena pandemi yang terkendali juga bisa membantu menahan pelemahan," kata Ariston.

Sejumlah data perekonomian domestik menunjukkan adanya perbaikan seiring pelonggaran PPKM. Indeks PMI Manufaktur melesat ke level 57,2 poin bulan lalu, tertinggi sepanjang sejarah. Indeks keyakinan konsumen bulan lalu sebesar 113,4 poin juga mencatat rekor tertinggi dalam 19 bulan terakhir atau sejak awal pandemi.

Reporter: Abdul Azis Said