Ekonomi Cina Tumbuh Melambat Tahun Depan, Apa Risikonya ke RI?

Pixabay
Ilustrasi. Bank Dunia menilai risiko penurunan prospek ekonomi Cina telah meningkat seiring penyebaran Covid-19 dan risiko di sektor properti.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
24/12/2021, 12.33 WIB

Perekonomian Cina diramal melambat pada tahun depan dipengaruhi pandemi Covid-19 seiring munculnya varian Omicron serta gangguan di sektor properti. Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mulai mewaspada risiko dampak perlambatan ekonomi Cina terhadap ekonomi domestik.

Bank Dunia dalam laporan terbarunya memperkirakan perekonomian Cina hanya akan tumbuh 5,1% pada tahun depan, melambat dari prospek pertumbuhan tahun ini sebesar 8%. Perekonomian Cina sempat rebound kuat pada paruh pertama tahun ini, sebelum akhirnya menunjukkan tanda-tanda perlambatan memasuki enam bulan kedua 2021.

"Perlambatan tersebut mencerminkan efek dasar yang kurang mendukung dari berkurangnya dukungan dari sektor ekspor, dan upaya deleveraging yang berkelanjutan dari pemerintah," demikian tertulis dalam keterangan resmi Bank Dunia dikutip Jumat (24/12).

Bank Dunia menilai risiko penurunan prospek ekonomi Cina telah meningkat. Wabah Covid-19 yang menyebar di dalam negeri,  termasuk varian baru Omicron dapat menyebabkan gangguan yang lebih besar dalam kegiatan ekonomi. Penurunan yang parah dan berkepanjangan di sektor properti dengan leverage tinggi juga menimbulkan risiko penurunan lain yang dapat memiliki dampak ekonomi signifikan secara keseluruhan.

Bank Dunia memberikan catatan bahwa dalam jangka pendek, pemerintah Cina masih perlu melanjutkan upayanya untuk mengatasi leverage berlebih di sektor korporasi. Di sisi lain, pihak berwenang juga harus siap memberikan pelonggaran kebijakan saat permintaan domestik mulai lesu dan penyesuaian di sektor real estate.

"Dalam jangka menengah, Cina menghadapi tindakan penyeimbangan kembali yang sulit karena bertujuan untuk transisi ke pertumbuhan berkualitas tinggi. Pandemi dan pemulihan selanjutnya telah memperburuk ketidakseimbangan ekonomi domestik dan eksternal," kata Bank Dunia.

Cina dihadapkan pada tiga tantangan utama yang mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonominya ke depan. Pertama, penyeimbangan kembali dari permintaan eksternal ke domestik dan dari pertumbuhan yang didorong investasi dan industri menuju sumber pertumbuhan dari konsumsi dan jasa.

Kedua, pergeseran dari pengendalian ketat pemerintah dan regulasi negara terhadap perekonomian, untuk kemudian diserahkan ke pasar dan sektor swasta. Ketiga, tantangan transisi ke perekonomian rendah karbon.

Prospek perekonomian yang melambat tersebut dikhawatirkan ikut mempengaruhi perekonomian beberapa negara mitranya, termasuk Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu juga mengungkap sejumlah risiko perekonomian global yang bisa ikut berpengaruh ke perekonimian domestik, salah satunya perlambatan ekonomi di Cina.

"Kinerja perekonomian Cina menunjukkan perlambatan di kuartal ketiga dengan pertumbuhan di bawah 5%, terutama untuk bidang konstruksi dan real estate yang tumbuh negatif, ini menjadi salah satu hal yang perlu untuk diwaspadai," kata dia dalam konferensi pers APBN KiTA edisi Desember, Selasa (21/12).

Sri Mulyani mengatakan perekonomian, terbesar kedua dunia itu juga sedang melakukan penyesuaian menuju pertumbuhan perkeonomian yang lebih berkualitas. Ini termasuk seperti yang disampaikan Bank Dunia sebelumnya, Cina tengah mendorong transisi menuju ekonomi hijau.

Bendara negara itu mengatakan beberapa indikator ekonomi pada kuartal keempat menununjukkan belum kuatnya aktivitas ekonomi di Cina, sehingga berisiko memperlambat pertumbuhan. Ini tercermin Indeks PMI Manufaktur Cina bulan November kembali jatuh ke zona kontraksi 49,9 poin setelah dua bulan sebelumnya berhasil masuk ke zona ekspansi.

Selain itu, dari indeks Li Keqiang berbalik turun menjadi 6,46 poin dari bulan Oktober sebesar 6,83 poin. Ini merupakan alternatif indikator untuk melihat kinerja ekonomi Cina secara lebih riil. Adapun indeks ini menggunakan tiga variabel, yakni pinjaman bank, konsumsi liustrik dan angkutan barang kereta api.

"Indeks Li Keqiang juga menunjukan perlemahan, ini tentu akan mempengaruhi permintan barang impor dari berbagai negara ke Cina dan ini juga akan mmepengaurhi kinerja perekonimian dunia," kata Sri Mulyani.

Bank Pembangunan Asia (ADB) juga telah memangkas prospek perekonomian Cina tahun ini dari semula bisa tumbuh 8,1% menjadi 8%. Begitu juga prospek perkeonomina tahun depan yang turun dari semula diperkirakan tumbuh 5,5% menjadi 5,3%.

Reporter: Abdul Azis Said