Pemerintah mencatat realisasi belanja negara hingga 24 Desember mencapai 2.587 triliun atau 92,89% dari pagu anggaran. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut banyak kementerian/lembaga yang belum memaksimalkan belanja meski sempat mengeluhkan pemotongan anggaran pada instansinya.
"K/L ini banyak yang mengeluh anggaran dipangkas. Namun, hingga tinggal dua hari kita beroperasi tahun ini, mereka tidak bisa menghabiskan anggaran juga," kata Sri Mulyani dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (28/12).
Sri Mulyani mengakui bahwa 2021 merupakan tahun yang berat sehingga pemerintah perlu merombak atau refocusing anggaran hingga empat kali. Hal ini seiring kebutuhkan anggaran untuk penanganan pandemi dan dampaknya saat terjadi lonjakan kasus akibat varian Delta pada awal kuartal ketiga lalu.
"K/L banyak sekali yang bikin program, tapi mungkin eksekusinya agak sulit pada saat terjadi Delta. Makanya, saat itu kami melihat semua belanja negara jadi tiarap lagi. Sementara kebutuhan belanja untuk bansos dan kesehatan naik," kata dia.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan sampai 24 Desember, realisasi belanja negara sebesar Rp 2.587 triliun atau 92,9% dari pagu sebesar Rp 2.784,9 triliun. Ini berarti pemerintah masih punya anggaran Rp 197,9 triliun yang harus dikebut penggunanya di sisa sepekan terakhir tahun ini. Dari realisasi belanja tersebut, anggaran belanja pemerintah pusat terealisasi Rp 1.809,1 triliun, sedangkan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 756,9 triliun.
"Dalam hal ini sebetulnya juga kita sudah bisa memahami pola dari belanja-belanjanya K/L tersebut," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani sepanjang tahun ini telah merefocusing anggaran K/L sebanyak empat kali. Dari empat kali refocusing itu, dia memperoleh anggaran Rp 144,9 triliun yang sebagian besar dialihkan untuk penanganan pandemi Covid-19 yang melonjak di pertengahan tahun.
Tidak heran kalau kemudian anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah naik lebih dari dua kali lipat dari semula yang diusulkan pada RAPBN 2021 sebesar Rp 356,5 triliun menjadi Rp 744,44 triliun. Namun anggaran PEN ini juga penyerapannya lambat, baru mencapai 71,88% atau Rp 535,38 triliun di sisa sepekan terakhir 2021.
Perkara refocusing anggaran ini sempat menjadi penyebab meruncingnya hubungan pemerintah dengan legislatif, terutama antara Kementerian Keuangan dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad sebelumnya sempat meminta Presiden Jokowi memecat Sri Mulyani karena telah memotong anggaran MPR yang nominalnya dinilai sudah minim. Kendati demikian, belum diketahui pasti berapa besaran anggaran MPR tahun ini yang ikut direfocusing Sri Mulyani.
Tidak berselang lama, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) ikut menegur Sri Mulyani karena berulang kali tidak hadir saat diminta bertemu dengan pimpinan MPR untuk membahas refocusing APBN. Ini termasuk undangan untuk rapat bersama Badan Anggaran MPR RI.
Bamsoet mengatakan, Sri Mulyani berulang kali absen dengan alasan yang tidak jelas. Karena itu, dia menilai Mantan Direktur Pelsaksana Bank Dunia itu tidak menghargai MPR karena selalu membatalkan setiap undangan.
"Sudah beberapa kali diundang oleh pimpinan MPR, Sri Mulyani tidak pernah datang. Dua hari sebelum diundang rapat, dia selalu membatalkan datang. Ini menunjukkan bahwa Sri Mulyani tidak menghargai MPR sebagai lembaga tinggi negara," kata Bamsoet dalam keterangan resminya, Selasa (30/11)