Kepemilikan Asing di Surat Utang Negara Menyusut, Apa Keuntungannya?

Arief Kamaludin|KATADATA
Asing melepas surat utang pemerintah mencapai Rp 80 triliun pada sepanjang tahun lalu.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
5/1/2022, 13.10 WIB

Pemerintah mencatat, asing melakukan aksi jual di pasar surat utang pemerintah mencapai Rp 80,9 triliun pada sepanjang tahun lalu. Porsi asing di surat berharga negara pun turun dari 25,16% pada akhir tahun lalu menjadi 19,75%

"Pada akhir 2021, kepemilikan asing  sudah di bawah 20%. Ini yang menggambarkan kenapa investor di dalam negeri yang sekarang mendominasi, selain karena kita dengan BI juga bekerja sama cukup baik," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, Senin (3/1).

Kepemilikan asing terhadap SBN turun tajam dibandingkan 38,57% pada akhir 2019 di akhir tahun lalu. Tren serupa juga pada SBN yang dipegang oleh dana pensiun dan asuransi, turun dari 17,13% menjadi 14,49%. Meski demikian, porsi dari dana pensin tahun 2021 sebenarnya naik dibandingkan tahun 2020 sebesar 14,02%.

Penurunan pada porsi asing tersebut mendorong kepemilikian oleh investor domestik terutama perbankan dan bank sentral naik. Perbankan menjadi pemilik paling banyak atas obligasi pemerintah saat ini yaitu 25,88%. Kepemilikannya naik dari 20,73% taun 2019.

Kenaikan signifikan juga terjadi pada porsi SBN yang dipegang Bank Indonesia (BI). Porsi BI di SBN naik dari hanya 9,93% pada 2019 menjadi 23,52% pada akhir tahun lalu.

Kenaikan signifkan mulai terjadi dalam dua tahun terakhir. Ini tidak lepas dari tiga Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Kemenkeu dan BI. Melalui kerja sama ini, BI memborong ratusan triliun obligasi pemerintah dalam rangka membiayai pandemi.

Adapun kepemilikan SBN juga berasal dari investor lainnya yang mencapai 15,36%. Porsinya naik dari 13,64% di tahun 2019.

Kemenkeu mencatat, utang pemerintah per akhir November 2021 mencapai Rp 6.713,24 triliun, naik 0,38% dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 6.687,28 triliun. Mayoritas utang pemerintah dalam bentuk SBN.

Keuntungan Penurunan Kepemilikan Asing 

Sri Mulyani mengatakan, semakin menyusutnya porsi asing di SBN mendorong kinerja yield obligasi pemerintah terjaga positif sekalipun terjadi capital outflow sepanjang tahun lalu.

"Kalau porsi asing masih di atas 30% bahkan mendekati 40%, pasti harganya jatuh sementara yield-nya naik," kata Sri Mulyani.

Sepanjang tahun lalu, terdapat capital outflow atau modal asing yang kabur dari pasar keuangan domestik sebesar Rp 43 triliun. Aliran modal terutama keluar besar-besaran di pasar SBN mencapai Rp 80,9 triliun. Namun, terdapat aliran masuk di pasar saham sebesar Rp 37,9 triliun.

Meski demikian, Sri Mulyani menekankan, tren capital outflow ini bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi di sebagian besar emerging market. Jumlah capital inflow ke emerging market terus turun menuju akhir tahun, dari US$ 53,5 miliar di awal 2021, turun menjadi US$ 15,6 miliar di bulan November.

Sekalipun terjadi capital outflow di pasar keuangan domestik, Sri Mulyani mengatakan dampaknya sangat minim. Ini terlihat spread antara yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun terhadap US Treasury yang justru menyempit dari 110 basis poin menjadi 66 bps. Kinerja positif ini ditopang kuatnya permintaan dari investor domestik di tengah berkurangnya kepemilikan asing.

Selain itu, ia juga mengatakan yield SUN tenor 10 tahun juga hanya naik 50 bps. Kinerja ini lebih baik jika dibandingkan negara berkembang lainnya seperti yield obligasi pemerintah Filipina yang naik 156 bps, Meksiko 203 bps dan Rusia 253 bps. 

"Indoensia juga mengalami capital outflow yang cukup serius, namun karena neraca pembayaran kita sangat kuat makanya dari sisi nilai tukar kita juga masih terjaga," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani juga memamerkan rupiah menjadi salah satu mata uang negara berkembang yang depresiasinya terhadap dolar AS paling kecil. Rupiah melemah 1,4% sepanjang tahun lalu. Meski demikian, ini lebih baik dibandingkan sejumlah negara tetangga seperti ringgit Malaysia yang terdepresiasi 3,6%, peso Filipina 6,2% serta bath Tahailand 11,5%. Namun rupiah masih kalah dari dong Vietnam yang terapresiasi 1,2% dan yuan Cina 2,6%.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga menyebut, kenaikan yield SBN tenor 10 tahun Indonesia yang naik 5o jauh lebih baik dibandingkan negara-negara tetangga. Yield surat berharga Malaysia tenor 10 tahun naik 92 bps, Thailand 57 bps, dan Korsel 53 bps. Sementara yield surat berharga AS naik 6p bps. 

"Porsi investor domestik yang meningkat pada tahun lalu membatasi kenaikan yield SBN pada tahun lalu," kata Josua. 

Ia menilai, struktur investor domestik yang saat ini lebih besar dalam kepemilikan SBN menjadi bantalan jika terjadi gejolak eksnternal. Hal ini membuat Indonesia lebih tahan banting menghadapi tapering off dibandingkan saat taper tantrum 2013. 

"Kalau melihat histrois sebelumnya saat taper tantrum 2013,  kepemilikan asingnya sekitar 35%. Artinya cukup mendominasi.  Sebelum pandemi pun kita cukup tinggi medekati 40%," kata dia.

Kepemilikan asing yang lebih rendah juga dapat meredam dampak gejolak keuangan global terhadap rupiah.  Pelemahan rupiah pada tahun lalu tak sedalam mata uang negara-negara Asia lainnya. 

Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI)  Teuku Riefky mengatakanyield SBN tetap terjaga meski asing melakukan aksi jual karena mampu diserap oleh BI dan perbankan. Adapun perbankan menyerap surat utang pemerintah dalam jumlah besar karena memiliki likuiditas yang longgar seiring kebijakan moneter BI dan penyaluran kredit yang masih seret. 

"Bukan karena market sedang bagus, tetapi by design," kata dia. 

Meski demikian, ia menilai perubahan komposisi kepemilikan asing dalam surat berharga negara lebih banyak memiliki dampak positif. "Karena ketika terjadi shock berikutnya, tidak ada potensi capital outflow yang sebesar sebelumnya," kaya Riefky. 

Reporter: Abdul Azis Said