Bank Indonesia melaporkan cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2021 turun menjadi US$ 144,9 miliar. Meski turun, Bank Sentral menilai posisi cadangan devisa ini masih tinggi.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Erwin Haryono mengatakan, cadangan devisa tersebut turun dari US$ 1 miliar dari bulan sebelumnya. "Penurunan posisi cadangan devisa pada Desember 2021 antara lain dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah," kata Erwin dalam keterangan resminya, JUmat (7/1).
Dalam laporan APBN edisi November, pemerintah membayar cicilan pokok pinjaman dalam negeri sebesar Rp 1,33 triliun dan cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp 73,61 triliun. Ini merupakan angka kumulatif selama 11 bulan pada tahun lalu.
Adapun realisasi pembayaran pinjaman Desember belum diterbitkan pemerintah. Selain itu, angka ini juga hanya mencakup utang yang berasal dari pinjaman, belum termasuk Surat Berharga Negara (SBN).
Sekalipun cadangan devisa turun pada penutupan tahun, Erwin mengatakan, posisi cadangan devisa tersebut masih mampu mendukung ketahanan sektor eksternal RI, serta menjaha stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Selain itu, posisi cadangan devisa ini setara dengan pembiayaan 8 bulan impor atau 7,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi," kata Erwin.
Posisi cadangan devisa sempat mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah dua bulan beruntun pada Agustus-September 2021 mencapai US$ 146,9 miliar. Namun, cadangan devisa mulai turun pada Oktober akibat pembayaran utang luar negeri. Cadangan devisa kemudian naik lagi pada November dengan penambahan sekitar US$ 400 juta.
Cadangan devisa Indonesia meningkat tajam terutama pada Agustus. Saat itu, cadangan devisa mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Kenaikan saat itu terutama disokong oleh dana hak penarikan khusus (SDR) yang diberikan Dana Moneter Internasional (IMF). Jumlah SDR yang diterima dari IMF sebesar US$ 6,31 miliar.
Dana SDR tersebut merupakan dana cadangan IMF yang dibagikan kepada negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia. Kendati demikian, BI memastikan bahwa dana ini tidak dihitung sebagai pinjaman. Adapun bantuan ini untuk memperkuat cadangan devisa dari negara-negara anggota IMF di tengah volatilitas yang meningkat sepanjang tahun lalu.