IMF Peringatkan Risiko Kripto ke Pasar Keuangan Global

Katadata
IMF melihat aset kripto seperti Bitcoin dan Ethereum menunjukkan sedikit korelasi dengan indeks saham utama global terutama S&P 500.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
12/1/2022, 11.51 WIB

Dana Moneter Internasional (IMF) menilai perkembangan aset kripto memberikan risiko terhadap pasar keuangan global. Kekhawatiran muncul terutama karena aset kripto semakin berkorelasi dengan instrumen investasi tradisional, terutama saham.

Sebelum pandemi, IMF melihat aset kripto seperti Bitcoin dan Ethereum menunjukkan sedikit korelasi dengan indeks saham utama global terutama S&P 500. Kehadiran Bitcoin Cs membantu mendiversifikasi risiko dan bertindak sebagai lindung nilai terhadap perubahan yang terjadi di kelas aset lainnya. 

Namun, kondisi ini berubah setelah respons luar biasa bank sentral terhadap dampak krisis pandemi awal 2020. Saat itu, harga kripro dan saham AS kompak melonjak. Selain itu, koefisien korelasi dari pergerakan harian kedua aset tersebut melonjak ke 0,36 poin sepanjang 2020-2021. Ini menunjukkan keduanya bergerak sejalan atau naik bersama atau jatuh bersama. Kondisi ini menunjukkan bahwa Bitcoin telah bertindak sebagai aset berisiko.

"Korelasinya dengan saham telah berubah lebih tinggi daripada antara saham dan aset lain seperti emas, obligasi, dan mata uang utama, menunjukkan manfaat kripto menciptakan diversifikasi risiko telah terbatas dan berbeda dengan apa yang dirasakan di awal," ujar IMF, Selasa (11/1).

Peningkatan korelasi kripto dan saham kemungkinan mendorong limpahan sentimen investor di antara dua kelas aset tersebut. Analisis IMF menunjukkan, limpahan imbal hasil atas kripto dan volatilitas ke pasar ekuitas global ataupun sebaliknya menunjukkan kenaikan signifikan pada 2020-2021 dibandingkan 2017-2019.

Volatilitas Bitcoin mencerminkan seperenam dari volatilitas S&P 500 selama pandemi dan sekitar sepersepuluh dari S&P 500. Dengan demikian, penurunan tajam harga Bitcoin dapat meningkatkan penghindaran risiko investor dan menyebabkan penurunan investasi di pasar saham.

"Spillover dalam arah sebaliknya, yaitu dari S&P 500 ke Bitcoin rata-rata memiliki besaran yang sama, menunjukkan bahwa sentimen di satu pasar ditransmisikan ke pasar lain dengan cara yang tidak sepele," ujar IMF.

Limpahan antara kripto dan pasar ekuitas cenderung meningkat terutama saat volatilitas pasar keuangan meningkat, seperti gejolak pasar keuangan yang terjadi pada Maret 2020 maupun saat terjadi perubahan tajam awal 2021.

Dengan kondisi tersebut, IMF memperingatkan bawah kripto tidak lagi berada di pinggiran sistem keuangan. Peningkatan pada volatilitas di kripo bersamaan dengan volatilitas di kelas aset lainnya menimbulkan risiko terhadap stabilitas keuangan, terutama di negara dengan adopsi kripto yang meluas.

"Pergerakan bersama yang meningkat dan cukup besar dan limpahan antara crypto dan pasar ekuitas menunjukkan keterkaitan yang berkembang antara dua kelas aset, yang memungkinkan transmisi guncangan yang dapat mengacaukan pasar keuangan," kata IMF.

Oleh karena itu, IMF mendesak negara-negara dunia untuk mengadopsi kerangka peraturan yang komprehensif dan terkoordinasi untuk memandu pengawasan nasional serta mengurangi risiko stabilitas keuangan yang berasal dari ekosistem kripto. Lembaga ini menyarankan kerangka pengaturan tersebut bisa mengatur soal penggunaan utama aset kripto dan menetapkan persyaratan yang jelas tentang keterlibatan lembaga keuangan terhadap kripto.

BI sebelumnya memperkirakan jumlah investor kripto pada akhir paruh pertama 2021 telah mencapai kurang lebih 6,5 juta. Jumlah ini bahkan dua kali lebih banyak dibandingkan investor pasar saham yang mencapai sekitar 2,4 juta investor.

Meski demikian, perdagangan aset kripto di dalam negeri dinilai masih bersifat early stage alias tahap awal. Hal ini terlihat dari fasilitas yang dimiliki oleh pedagang yang masih terbatas di pasar spot. Jumlah transaksi aset kripto juga masih kecil jika dibandingkan nominal transaksi saham yang mencapai rata-rata Rp 15 triliun-Rp 35 triliun per hari.

Reporter: Abdul Azis Said