Sentimen Negatif PPKM Level 3, Rupiah Diramal Melemah ke Rp 14.415/US$

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU
Pegawai menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (5/11/2021).
8/2/2022, 09.47 WIB

Nilai tukar rupiah diprediksi melemah di tengah keputusan pemerintah menaikkan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di sejumlah wilayah menjadi level 3. 

Mengutip Bloomberg, rupiah melemah tipis ke Rp 14.391 pada pukul 09.21 WIB usai dibuka menguat ke level Rp 14.389 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Namun level ini masih lebih baik dibandingkan level penutupan kemarin di Rp 14.393 per dolar AS.

Mata uang Asia lainnya bergerak bervariasi. Pelemahan dialami yen Jepang 0,19% bersama dolar Hong Kong, ringgit Malaysia dan dolar Singapura yang kompak melemah 0,01%, peso Filipina 0,09%. Sebaliknya, dolar Taiwan menguat 0,06% bersama won Korea Selatan 0,22%, rupee India 0,01%, yuan Cina 0,07% dan baht Thailand 0,13%.

Analis pasar uang Bank Mandiri Rully A Wisnubroto memperkirakan rupiah akan kembali tertekan ke arah Rp 14.415, dengan potensi penguatan di Rp 14.350 per dolar AS. Tekanan hari ini terutama terimbas kebijakan pemerintah untuk memperketat mobilitas masyarakat.

"Sentimen kenaikan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menjadi level 3 di sejumlah wilayah juga kemungkinan berdampak negatif kepada Rupiah hari ini," kata Rully kepada Katadata.co.id, Selasa (8/2).

Pemerintah telah menetapkan sejumlah wilayah seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), Bali, Yogyakarta, hingga Bandung Raya sebagai daerah PPKM Level 3. Dengan perubahan status tersebut, maka sejumlah kegiatan seperti kegiatan perkantoran, swalayan, hingga kunjungan ke tempat peribadatan akan diperketat. 

Sementara, Rully mengatakan, rilis pertumbuhan ekonomi 2021 kemarin oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tampaknya tidak banyak membantu rupiah. Perekonomian domestik berhasil tumbuh 3,69% pada tahun lalu, ini merupakan kinerja positif setelah terkontraksi 2,07% pada tahun sebelumnya. Konsumsi dan investasi yang menyumbang lebih dari tiga perempat ekonomi RI juga tumbuh terakselerasi.

Senada dengan Rully, analis pasar uang Ariston Tjendra juga memperkirakan rupiah akan kembali tertekan ke arah Rp 14.420, dengan potensi support di kisaran Rp 14.380 per dolar AS. Tekanan rupiah masih berasal dari sejumlah sentimen negatif eksternal.

"Faktor yang menjadi penekan rupiah masih sama yaitu kenaikan inflasi global, ekspektasi kenaikan suku bunga acuan Bank sentral AS," kata Ariston kepada Katadata.co.id

Inflasi di Amerika kini telah mencapai rekor tertingginya dalam empat dekade. Kondisi ini mendorong bank sentral mulai memberi sinyal yang lebih hawkish dengan kenaikan bunga acuan yang direncanakan pada Maret mendatang.

Beberapa perkiraan juga menunjukkan The Fed bisa lebih agresif dengan kenaikan bunga acuan sampai 50 bps pada Maret, lebih dari empat kali sepanjang tahun ini.

Di samping itu, tekanan rupiah juga dibayangi kenaikan harga minyak mentah dunia. Ariston mengatakan, tren kenaikan harga ini akan berdampak dari sisi surplus neraca dagang, lantaran Indonesia selama ini masih mencatat net impor untuk minyak mentah. Selain itu, tren kenaikan harga minyak juga bisa memberikan dorongan tambahan terhadap kenaikan inflasi global.

Sebaliknya, sentimen positif pelaku pasar terhadap aset berisiko terutama pasar saham bisa menjaga pelemahan rupiah tidak terlalu dalam. Perbaikan ini didorong oleh pasar yang masih optimis terhadap pemulihan ekonomi di tengah pandemi dengan membaiknya pendapatan sejumlah perusahaan.

Reporter: Abdul Azis Said