Penerimaan dari Pengelolaan Aset Negara Terus Susut Jadi Rp366 Triliun

Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi. Realisasi penerimaan dari hasil pemanfaatan aset negara pada tahun lalu berkurang Rp 57 miliar dibandingkan tahun sebelumnya.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
18/3/2022, 15.41 WIB

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut pandemi berdampak pada penerimaan negara, termasuk setoran dari pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN). Nilai penerimaan ini terus menyusut dalam tiga tahun terakhir, dengan realisasi pada tahun lalu sebesar Rp 366 miliar.

Realisasi penerimaan dari hasil pemanfaatan aset negara pada tahun lalu berkurang Rp 57 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2o20 yang merupakan tahun pertama pandemi, penerimaan menyusut Rp 97 miliar. 

"Kenapa semakin turun? Sama-sama diketahui bahwa 2020-2021 itu adalah dimana terdapat pandemi Covid-19 yang berakibat pada terganggunya bisnis maupun perekonomian," kata Direktur Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi (PKNSI) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Purnama T Sianturi dalam diskusi dengan media, Jumat (18/3).

Meski demikian, penurunan sebenarnya sudah terjadi sebelum adanya pandemi. Pada 2017, penerimaan dari pemanfaatan aset negara mencapai Rp 505 miliar, kemudian melonjak menjadi Rp 1,57 triliun pada 2018. Namun pada 2019, penerimaan tersebut anjlok lebih dari Rp 1 triliun menjadi hanya Rp 522 miliar. Setelah itu, setoran dari pemanfaatan BMN ini terus turun.

Penerimaan dari hasil pemanfaatan BMN ini tercatat sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan ini diperoleh dari beragam jenis pemanfaat aset negara, seperti penyewaan gedung pertemuan untuk acara pernikahan, seluruh area tempat ATM yang ada di kantor-kantor pemerintah, hotel dan penginapan, ruang milik jalan tol, lapangan golf, pelabuhan, bandara hingga berbagai tanah dan rumah.

Sekalipun terus turun dalam beberapa tahun terakhir, Purnama optimistis penerimaan dari pemanfaatan aset ini bisa terus berkembang di tahun-tahun mendatang. Hal ini didorong upaya pemerintah untuk melakukan penataan terhadap aset-aset yang belum mendapatkan izin pemanfaatan. 

"Tentu ini dibutuhkan peran dari pengguna barang yakni Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait dan oleh kita (Kemenkeu) juga. Selain itu, ke depan, K/L akan sadar dan adanya kebutuhan masyarakat bawah terdapat ruang-ruang yang kosong tapi mungkin belum optimal yang bisa dimanfaatkan," ujarnya.

Sementara itu, terkait mekanisme perhitungan tarif untuk aset yang disewakan, pemerintah mengacu pada nilai pasar yang paling optimal. Meski demikian, dalam beleid yang ada  juga mengatur bahwa pemanfaatan, baik berupa sewa atau mekanisme lainnya, dalam penentuan tarif nya juga mempertimbangkan kepentingan sosial dan kebutuhan publik. 

"Dalam menetapkan besarnya sewa tidak serta-merta hanya PNBP, negara juga melakukan tugasnya untuk penyediaan berbagai layanan atau sarana kepada publik, sehingga penyewaan seperti koperasi, ada besaran yang sudah ditentukan sekian persen, yayasan sosial dan keagamaan itu ada penguranagn yang lebih lagi," kata Purnama.

Dia merincikan ada sejumlah bentuk pemanfaatan yang bisa dilakukan pemerintah atas aset-aset negara. Ini diantaranya melalui sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan (KSP), Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna (BGS/BSG), Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI) dan Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur (KETUPI).

Reporter: Abdul Azis Said