Pertumbuhan Ekonomi Ukraina 2022 Diramal -40% Imbas Perang, Rusia -20%

ANTARA FOTO/REUTERS/Alexander Ermochenko/HP/dj
Perang Rusia Ukraina. Seorang pengungsi menunggu di dalam mobil saat tank lapis baja pasukan pro Rusia melewati pos pemeriksaan selama konflik Ukraina-Rusia di kota pelabuhan selatan Mariupol yang terkepung, Ukraina, Kamis (24/3/2022).
Penulis: Happy Fajrian
2/4/2022, 18.17 WIB

Ekonomi Rusia dan Ukraina diprediksi akan terkontraksi cukup dalam imbas perang yang belum mereda hingga saat ini. European Bank for Reconstruction and Development (EBRD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Rusia tahun ini sebesar -10% sedangkan Ukraina -20%.

Namun Kementerian Ekonomi Ukraina memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini terkoreksi lebih dalam, mencapai -40% setelah pada kuartal pertama ekonomi menyusut sebesar 16%. “Area di mana bekerja dari jauh tidak memungkinkan paling terpukul,” tulis pernyataan yang dikutip Reuters, Sabtu (2/4).

Sementara itu EBRD mengatakan bahwa perang telah memicu kejutan pasokan terbesar sejak awal 1970 dan akan memiliki efek parah pada perekonomi di daerah di luar wilayah konflik.

Proyeksi ekonomi Ukraina dan Rusia oleh EBRD berdasarkan asumsi tentang perkembangan perang dalam beberapa bulan ke depan. Pada proyeksi sebelumnya pertumbuhan ekonomi Rusia diperkirakan 3% dan Ukraina 3,5%.

“Prognosis terbaru mengasumsikan bahwa gencatan sejata berhasil tercapai dalam beberapa bulan yang diikuti dengan upaya rekonstruksi besar di Ukraina,” tulis pernyataan EBRD.

Di bawah skenario tersebut produk domestik bruto (PDB) Ukraina akan pulih sebesar 23% pada 2023. Sebaliknya akibat sanksi dari negara barat masih akan memberatkan, Rusia akan mencatatkan pertumbuhan ekonomi 0%. Simak databoks berikut:

“Sanksi terhadap Rusia diperkirakan akan tetap ada di masa mendatang, menyebabkan stagnasi ekonomi Rusia pada 2023, dengan dampak negatif untuk sejumlah negara tetangga di Eropa timur, Kaukasus, dan Asia Tengah,” kata EBRD.

Belarus, yang juga menghadapi sanksi Barat atas perannya dalam konflik, ekonominya diperkirakan menyusut sebesar 3% tahun ini dan kemudian mandek pada 2023.

Kepala ekonom EBRD Beata Javorcik mengatakan bahwa tekanan inflasi, yang sudah tinggi sebelum invasi, akan semakin meningkat. “Ini akan memiliki efek yang tidak proporsional pada banyak negara berpenghasilan rendah di mana EBRD beroperasi,” ujarnya.