Sri Mulyani: Tantangan Kini Bergeser dari Pandemi ke Kenaikan Harga

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/POOL/rwa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan , Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, perang memberikan dampak pada tekanan harga atau inflasi global yang juga merambat ke dalam negeri.
Penulis: Agustiyanti
5/4/2022, 14.19 WIB

Perang Rusia dan Ukraina berdampak pada kenaikan harga komoditas yang mendorong kenaikan pada penerimaan negara. Namun demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, perang memberikan dampak pada tekanan harga atau inflasi global yang juga merambat ke dalam negeri.

"Tantangan masyarakat bergeser dari semula pandemi Covid-19 ke kenaikan harga barang." ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers usai sidang kabinet di Istana Negara, Selasa (5/4). 

Ia menjelaskan, pihaknya akan mengalokasikan kenaikan penerimaan negara untuk membantu masyarakat menghadapi dampak kenaikan harga. Pemerintah memantau secara detail harga pangan dan energi untuk memutuskan pilihan kebijakan yang paling tepat. 

Sri Mulyani mengatakan, seluruh negara saat ini sedang menghadapi tantangan yang tidak mudah. "Presiden telah meminta agar langkah koordinasi ketahanan pangan ditingkatkan, seperti pembukaan lahan, irigasi, dan ketersediaan pupuk," katanya. 

Menurut Sri Mulyani, siklus pangan selama ini tidak lebih dari tiga bulan. ia pun berharap upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan dapat direspons dengan cepat. "APBN akan mengamankan langkah ini," ujarnya. 

Bank Dunia dalam laporan terbarunya yang dirilis Selasa (5/4) menilai perekonomian Indonesia lebih tangguh dalam menghadapi dampak dari perang Rusia dan Ukraina  dibandingkan sejumlah negara ASEAN lainnya. Ekonomi Indonesia diramal tumbuh 5,1% pada tahun ini. 

Menurut Bank Dunia, gejolak baru yang diciptakan perang di Ukraina mengganggu pasokan komoditas, meningkatkan tekanan keuangan, dan menghambat pertumbuhan global. Risiko semakin meningkat karena perang terjadi tidak hanya di tengah pandemi, tetapi juga saat terjadinya dua perkembangan lainnya, yakni inflasi tinggi di Amerika Serikat dan perlambatan struktural di Cina.

"Namun, negara-negara pengekspor komoditas, seperti Indonesia dan Malaysia, dapat meredam kenaikan harga internasional dengan lebih mudah daripada negara-negara pengimpor komoditas, seperti Fiji dan Thailand," kata Bank Dunia dalam laporannya, Senin (5/4).

Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia Timur dan Pasifik dari 5,4% menjadi 5% sebagai dampak dari risiko perang Rusia Ukraina, perlambatan Cina, dan inflasi tinggi di AS. Pada skenario terburuk, ekonomi kawasan diperkirakan hanya akan tumbuh 4%. Adapun, perhitungan skenario terburuk itu bergantung jika kondisi global memburuk dan kebijakan nasional masing-masing negara dalam merespon hal tersebut kurang solid.

Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dipangkas dari 5,2% menjadi 5,1%, dengan skenario pertumbuhan terburuk sebesar 4,6%. Pemangkasan prospek pertumbuhan ekonomi  yang dialami Indonesia masih lebih baik dibandingkan Malaysia yang dipangkas 0.3%, Thailand 0,7%, dan Vietnam 1,2%. 

Adapun perang Rusia dan Ukraina menimbulkan efek windfall atau 'durian runtuh' pada penerimaan Indonesia. Kementerian Keuangan mencatat penerimaan negara pada Februari 2022 naik 37,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 302,4 triliun. Kenaikan penerimaan negara terutama ditopang oleh melambungnya harga komoditas sebagai efek dari perang Rusia-Ukraina. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, penerimaan pajak naik 36,5% menjadi Rp 199,4 triliun, kepabeanan dan cukai melesat 59,3% menjadi Rp 56,7 triliun, sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terdongkrak 22,5% menjadi Rp 46,2 triliun.

"Kinerja penerimaan negara menggambarkan pemulihan ekonomi yang menggeliat cukup kuat di seluruh sektor. Lonjakan harga komoditas juga memberikan kontribusi  besar pada kenaikan pendapatan negara," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita Edisi Maret, Senin (28/3). 

Penerimaan negara yang melesat juga memberikan dampak positif pada kinerja APBN secara keseluruhan yang mencetak surplus mencapai Rp 28,9 triliun. Angka ini jauh lebih baik dibandingkan Februari 2021 yang mencatatkan defisit anggaran Rp 63,3 triliun.