Nilai tukar rupiah dibuka menguat enam poin ke level Rp 14.359 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Tetapi rupiah diramal berbalik melemah usai rilis data inflasi Amerika Serikat yang kembali meroket.
Mengutip Bloomberg, rupiah melemah tipis dari posisi pembukaan ke level Rp 14.360 pada pukul 09.15 WIB. Namun, pelemahan tersebut belum kembali ke level penutupan kemarin di Rp 14.365 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia lainnya menguat terhadap dolar AS pagi ini. Penguatan tertinggi dialami won Korea Selatan 0,74%, disusul peso Filipina 0,39%, bath Thailand 0,27%, dolar Taiwan 0,25%, ringgit Malaysia 0,06%, dolar Singapura 0,04% dan yuan Cina 0,02%. Sebaliknya, pelemahan dialami yen Jepang 0,17% dan rupee India 0,24%, sedangkan dolar Hong Kong stagnan.
Analis pasar Bank Mandiri Rully A Wisnubroto memperkirakan rupiah masih akan tertekan hari ini usai rilis data inflasi Amerika Serikat semalam yang melanjutkan kenaikan. Secara teknikal, rupiah terhadap dolar AS akan berada pada rentang Rp 14.348 hingga Rp 14.386 per dolar AS pada perdagangan hari ini.
"Rupiah pada hari ini masih akan lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen global menyusul publikasi inflasi AS," kata Rully kepada Katadata.co.id, Rabu (13/4).
Mengutip CNBC Internasional, Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret melonjak ke level 8,5% atau tertinggi sejak 1981. Realisasi inflasi ini juga lebih tinggi dibandingkan perkiraan Dow Jones sebesar 8,4%.
Inflasi inti, yang tidak menghitung kenaikan harga makanan dan energi, mencapai 6,5% secara tahunan. Data tersebut mencerminkan kenaikan inflasi inti ke level yang tertinggi sejak Agustus 1982. Meski begitu, inflasi inti tampaknya surut dengan kenaikan secara bulanan sebesar 0,3% , lebih rendah dari perkiraan 0,5%.
Dari dalam negeri, pasar kini menantikan rilis data neraca dagang yang akan dipublikasikan awal pekan depan. "Sementara ini rupiah masih dapat ditopang oleh aliran modal asing masuk," kata Rully.
Senada dengan Rully, analis pasar uang Ariston Tjendra mengatakan rupiah akan tertekan di kisaran Rp 14.380 per dolar AS, dengan potensi penguatan di Rp 14.340. Sentimen risiko kenaikan inflasi dan ekspektasi kebijakan moneter yang lebih hawkish akan menekan rupiah.
Seperti diketahui, sejumlah komentar pejabat The Fed serta notulen rapat FOMC yang dirilis pekan lalu mengindikasikan adanya peluang kenaikan bunga 50 bps pada pertemuan bulan depan. Selain itu, The Fed juga berencana mulai mengurangi neracanya.
"Di sisi lain, pasar keuangan Indonesia masih menarik bagi Asing. IHSG masih berhasil ditutup menguat dan mencetak level penutupan tertinggi baru. Kondisi ini mendukung penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS," kata Ariston.
Dalam asesmen Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang dirilis pagi ini, menunjukan sistem keuangan domestik masih terjaga normal sekalipun ada sejumlah risiko eksternal, terutama yang berasal dari perang. Dalam laporan otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menunjukkan secara ytd, terdapat aliran modal masuk ke pasar saham sebesar Rp 37,52 triliun.
Berdasarkan data Biro Statistik Amerika Serikat, laju inflasi negeri paman Sam tersebut terus sejak akhir 2021.