BI Ramal Inflasi Tahun Ini Melambung Capai 4,2% Akibat Harga Pangan

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.
Ilustrasi. BI optimistis inflasi akan kembali terkendali pada tahun depan.
Penulis: Abdul Rohman
Editor: Agustiyanti
31/5/2022, 18.49 WIB

Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi pada akhir tahun ini melampaui target maksimal 4% karena kenaikan sejumlah harga barang yang diatur pemerintah seperti energi dan pangan. Meski demikian, inflasi diperkirakan melandai pada tahun depan dan kembali turun di bawah 4%.

"Perkiraan kami memang pada akhir tahun ini, inflasi sedikit di atas sasaran yaitu 4,2% terutama karena dampak dari kenaikan administrasi prices dan harga pangan," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (31/5).

Meski demikian, ia optimistis inflasi akan kembali terkendali ke sasaran 2%-4% pada tahun depan. Hal ini seiring koordinasi antara pemerintah dan bank sentral yang semakin baik, penguatan tim pengendali inflasi pusat dan daerah (TPIP dan TPID), serta respon kebijakan moneter.

Seperti diketahui, BI baru saja mengumumkan percepatan kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) pada pertemuan pembuat kebijakan pekan lalu. Kenaikan GWM ini bertujuan menyerap likuiditas perbankan yang melimpah.

"Kami memperkirakan tahun depan inflasi bisa kembali ke sasarn plus minus 3% pada tahun 2023," kata Perry.

Adapun inflasi hingga April tercatat sebesar 3,47% secara tahunan. Meskipun naik, realisasi inflasi tersebut masih dalam rentang target 2%-4%. 

Perry mengatakan upaya pemerintah untuk menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini akan menahan dampak dari kenaikan harga komoditas global. Seperti diketahui, Dewan perwakilan Rakyat (DPR) sudah merestui penambahan anggaran subsidi tersebut sebesar Rp 349,9 triliun untuk tahun ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan realisasi inflasi saat ini di 3,47% pada April dinilai relatif masih jauh lebih rendah dibandingkan negara emerging market lainnya. Realisasi ini lebih rendah dibandingkan India 7,7% , Meksiko 7,8%, Brasil 17,1% , Rusia 17,8%, serta Argentina dan Turki yang menghadapi krisis dengan inflasi masing-masing 58% dan 70%.

"Inflasi 3,5% ini dibandingkan negara lain jauh lebih rendah, tentu ada biayanya yaitu biaya subsidi dana kompensasi yang tinggi," kata Sri Mulyani saat hadir dalam agenda yang sama dengan Perry.

Dengan penambahan belanja subsidi dana kompensasi tersebut, maka harga listrik, LPG dan BBM jenis pertalite bisa ditahan untuk tidak naik. Ini menurutnya jadi bukti bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berfungsi sebagai shock absorber menahan kenaikan inflasi lebih tinggi sehingga daya beli masyarakat dan pemulihan ekonomi bisa terjaga.

Reporter: Abdul Azis Said