Penerapan BPJS Kesehatan kelas standar akan berlaku secara bertahap mulai bulan depan. Dengan perubahan ini, maka sarana dan prasarana di rumah sakit yang diterima peserta akan sama rata, baik bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI), peserta penerima upah yang dibayarkan pemerintah atau swasta, hinggapeserta mandiri.
Peserta BPJS Kesehatan terdiri atas peserta PBI dan non-PBI. PBI merupakan peserta yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah karena tergolong masyarakat fakir miskin dan kurang mampu. Sementara, non-PBI merupakan yang iurannya tidak dibayar oleh pemerintah seperti pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, serta pekerja bukan penerima upah serta bukan pekerja.
Dalam skema layanan BPJS kesehatan saat ini, peserta PBI hanya dapat mengakses pelayanan yang setara BPJS kelas tiga. Namun, aturan ini akan diubah menjadi kelas standar, yang mana semua sarana dan prasarana akan terstandarisasi mengikuti 12 kriteria yang sudah ditetapkan mengacu pada Kep Dirjen Yankes Kemenkes Nomor 1811/2022.
"Dua belas kriteria kelas standar berlaku untuk semua peserta (baik PBI maupun non-PBI)," kata anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri kepada Katadata.co.id, Senin (13/6).
Adapun penerapannya akan dimulai secara bertahap pada bulan depan di 17 rumah sakit vertikal milik Kementerian Kesehatan. Namun, pada penerapan bulan depan, rumah-rumah sakit baru diwajibkan untuk mengimplementasikan sembilan kriteria kelas standar saja, di antaranya lantai dan dinding yang tidak boleh memiliki tingkat porositas tinggi, suhu ruangan antara 20-26 derajat celcius, hingga jumlah tempat tidur maksimal empat dalam satu ruangan.
Seiring dengan perubahan layanan BPJS tersebut menjadi satu kelas, tentu akan berpengaruh terhadap besaran iuran yang dibayar oleh peserta. Namun, Asih mengatakan sampai saat ini, pihaknya masih terus merumuskan besaran iuran yang harus dibayar peserta, termasuk iuran peserta PBI yang akan dibayarkan oleh pemerintah.
Merujuk pada Kep Dirjen Yankes 1811/2022 tersebut, 12 kriteria kelas standar yang nanti akan berlaku untuk semua peserta BPJS Kesehatan ini, antara lain:
- Komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi.
Adapun yang diperhatikan, yakni permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air mudah dibersihkan, tidak licin, permukaan rata, tidak bergelombang, dan tidak menimbulkan genangan air. Selain itu, dinding, plafon, pintu dan jendela tidak terdapat lekukan-lekukan dan tidak berpori.
- Ventilasi udara
Pertukaran udara pada ruang perawatan biasa (nonintensif) minimal 6x pergantian udara per jam dan untuk ventilasi alami harus lebih dari nilai tersebut serta ruang isolasi minimal 12x pergantian udara per jam. Selain itu, ruangan perawatan pasien harus memiliki bukaan jendela yang aman untuk ventilasi alami dan kebutuhan pencahayaan.
- Pencahayaan ruangan
Pencahayaan ruangan buatan harus mengikuti kriteria yang ditetapkan dengan standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur.
- Kelengkapan tempat tidur
Setiap tempat tidur di ruang rawat inap memiliki 2 kotak kontak dan tidak boleh percabangan/sambungan langsung tanpa pengamanan arus serta bel perawat/nurse call Yang terhubung dengan pos perawat/nurse station.
- Nakas per tempat tidur
Setiap tempat tidur memiliki lemari kecil tempat penyimpanan barang pasien yang dilengkapi dengan kunci.
- Suhu dan kelembaban ruangan
Pengaturan suhu dalam ruangan rawat inap harus berada pada rentang 20oC hingga 26oC (Suhu kamar). Pengaturan kelembaban ruangan adalah ≤ 60%.
- Ruang rawat dibagi berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Penyakit (Infeksi, Non Infeksi), dan ruang rawat gabung. Dalam satu blok atau klaster ruang perawatan terdiri dari beberapa ruang perawatan
- Kepadatan kamar dan kualitas tempat tidur
Jarak antara tepi tempat tidur minimal 1,5 m, maksimal satu kamar terdiri atas empat tempat tidur. Adapun Ukuran tempat tidur minimal panjang 200 cm lebar 90 cm dan tinggi 50-80 cm. Pada ruang rawat inap anak, ukuran tempat tidur dapat disesuaikan dengan usia. Selain itu, tempat tidur menggunakan minimal dua posisi yaitu elevasi area kepala dan area kaki dan menggunakan pengaman di sisi tempat tidur.
- Tirai antar tempat tidur
Rel dibenamkan menempel di plafon atau menggantung dengan jarak tirai 30 cm dari lantai dan panjang tirai bagian non porosif minimal 200 cm. Jika rel menempel di plafon menggunakan tirai dengan bahan jaring untuk memperbaiki ventilasi dan pencahayaan.
Tirai menggunakan bahan non porosif berwarna cerah, mudah dibersihkan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi serta memudahkan kontrol kebersihan.
- Kamar mandi dalam
Setiap ruang rawat inap memiliki minimal 1 kamar mandi. Arah bukaan pintu keluar dan kunci pintu dapat dibuka dari dua sisi serta memastikan adanya ventilasi.
- Kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas
Kamar mandi harus ada tulisan atau simbol 'disable' pada bagian luar, memiliki ruang gerak yang cukup untuk pengguna kursi roda, dilengkapi pegangan rambat, permukaan lantai tidak licin dan tidak boleh menyebabkan genangan serta ada bel perawat yang terhubung dengan pos perawat.
- Outlet oksigen
Setiap tempat tidur memiliki outlet oksigen yang dilengkapi dengan flowmeter yang berada pada dinding belakang tempat tidur pasien (bedhead).