Rupiah Menguat Tipis Usai Keputusan BI Pertahankan Bunga Acuan

Arief Kamaludin (Katadata)
Ilustrasi. Rupiah sepanjang tahun ini telah melemah 4% terhadap dolar AS.
Penulis: Agustiyanti
23/6/2022, 15.10 WIB

Nilai tukar rupiah menguat tipis 0,15% ke level Rp 14.840 per dolar AS usai Bank Indonesia mengumumkan keputusan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5%. Rupiah sepanjang tahun ini telah terdepresiasi lebih dari 4%. 

Mengutip data Bloomberg, mata uang Asia bergerak bervariasi hingga pukul 15.00 WIB. Ringgit India menguat 0,05%, yen Jepang 0,68%. dolar Hong Kong 0,02%, dan dolar Taiwan 0,03%. Sementara itu, yuan Cina melemah 0,07%, ringgit Malaysia 0,03%, baht Thailand 0,27%, dan dolar Singapura 0,33%. 

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menjelaskan, nilai tukar rupiah masih bergerak relatif stabil dibandingkan dengan mata uang negara lain. BI pun memastikan akan terus menjaga stabilitas rupiah melalui kebijakan intervensi tiga lapis atau triple intervention.

"Saat ini, kami punya kebijakan triple intervention, di mana kami masuk ke pasar spot, DNDF, dan pasar SBN jika kondisinya memang memaksa masuk ke sana," ujar Destry dalam Konferensi Pers Usai Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (23/6). 

Ia menjelaskan, pihaknya akan terus berkomitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar dengan berhati-hati sesuai mekanisme pasar dan fundamental rupiah. Stabilitas rupiah, menurut dia, juga penting untuk mendukung pengendalian inflasi ke depan.

BI mencatat, pelemahan rupiah sepanjang tahun ini hingga 22 Juni 2022 mencapai 4,14%. Pelemahan rupiah sejalan dengan ketidakpastian pasar akibat pengetatan moneter agresif sejumlah bank sentral dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global. Namun demikian, depresiasi rupiah sebesar 4,14% relatif lebih baik dibandingkan India yang terdepresiasi 5,17%, Malaysia 5,44%, dan Thailand 5,84%. 

Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur bulan ini memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan di level terendah sepanjang sejarah sebesar 3,5%. BI tak menggubris langkah The Fed yang pada pekan lalu menaikkan suku bunga acuan secara agresif sebesar 75 bps. 

Selain The Fed, sepuluh bank sentral negara lain telah menaikkan suku bunga acuannya pekan lalu, termasuk di antaranya tiga bank sentral utama dunia yaitu The Fed, Bank of England (BoE), dan Swiss National Bank (SNB). Berdasarkan SWFInstitute, tiga lembaga tersebut termasuk dalam 10  bank sentral dunia dengan nilai aset paling besar.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, perekonomian global saat ini memang terus diwarnai kenaikan inflasi akibat perang Rusia dan Ukraina. Berbagai bank sentral di berbagai negara pun mrespons kenaikan inflasi dengan mengerek suku bunga.

Pertumbuhan ekonomi global pun diperkirakan lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya. Selain itu, menurut Perry, terdapat risiko stagflasi yang mungkin akan menghantui perekonomian Amerika Serikat. Selain pertumbuhan ekonomi, ia memperkirakan volume perdagangan ekonomi global juga akan lebih rendah dari prediksi awal. 

"Kondisi ini berdampak pada ketidakpastian di pasar keuangan global dan mendorong terbatasnya aliran modal asing masuk serta menekan nilai tukar rupiah," kata Perry.  

Namun di sisi lain, menurut Perry, kondisi perekonomian domestik masih terus menunjukkan pemulihan. Kinerja ekspor tetap kuat, khususnya terkait komoditas batu bara, beso baja, dan biji logam di tengah permintaan yang tertahan akibat perlambatan ekonomi global. 

Perbaikan ekonomi, menurut dia, juga tercermin pada kinerja sektor utama perekonomian, seperti industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan. Ke depan, menurut dia, perbaikan ekonomi domestik akan terus berlanjut didukung peningkatan mobilitas masyarakat dan kondisi ekspor yang positif. 

"Pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap berada di kisaran proyeksi BI 4,5% hingga 5,3%," ujarnya.