Kementerian Keuangan melaporkan realisasi pembiayaan utang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 hingga Mei hanya mencapai Rp 91 triliun, turun 73% dibandingkan Mei 2021. Pendapatan negara yang tinggi mendorong APBN masih surplus hingga bulan kelima sehingga penerbitan utang dapat dikurangi.
"Dengan pendapatan negara yang meningkat sangat tinggi sementara belanjanya perlu diakselerasi, maka posisi kas pemerintah masih cukup baik," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA edisi Juni 2022, Kamis (23/6)
Dengan posisi kas pemerintah yang baik, menurut Sri Mulyani, defisit tahun ini bisa ditekan lebih rendah dari target. Kondisi ini membuat pembiayaan utang juga bisa dikurangi. Realisasi pembiayaan utang hingga Mei baru mencapai 9,3% dari target dalam APBN sebesar Rp 973,6 triliun.
Realisasi penerbitan utang tersebut terdiri atas penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) secara neto Rp 75,3 triliun atau 7,6% dari target. Realisasi tersebut turun 78,4% dari realisasi periode yang sama tahun lalu.
Meski begitu, kondisinya berkebalikan untuk penarikan pinjaman. Tahun lalu, realisasi pinjaman secara neto tercatat minus Rp 16,8 triliun, sementara tahun ini tercatat positif Rp 15,7 triliun. Ini berarti penarikan pinjaman baru pada lima bulan pertama tahun ini lebih besar dibandingkan pembayaran pinjaman, kebalikan dari tahun lalu.
Di sisi lain, penurunan signifikan pada penerbitan SBN secara neto mendorong pembiayaan utang dalam APBN secara keseluruhan turun lebih dari 70%. Kondisi ini menurutnya menjadi indikator bahwa keuangan negara semakin sehat di tengah meningkatnya tekanan global.
"Keuangan negara terutama APBN bisa sedikit terlindungi dari guncangan-guncangan dengan tren suku bunga yang naik, inflasi naik dan SBN yield kita naik, kalau kita bisa menurunkan issuance maka kita akan makin terlindungi dengan lebih baik," kata Sri Mulyani
Sri Mulyani pun berencana menurunkan target lelang SBN tahun ini. Sebelumnya, ia sempat menyebut pemerintah akan mengurangi issuance hingga Rp 100 triliun tahun ini.
"Kami menggeser global bond secara oportunistik kalau kondisi baik baru kita melakukan penerbitan," kata Sri Mulyani.
Penerbitan global bond yang dikurangi kemudian akan digeser dengan menaikkan penerbitan SBN ritel yang lebih stabil dan dimiliki oleh investor domestik. Ini menurunnya juga jadi salah satu strategi pemerintah untuk menghindari gejolak di pasar keuangan global.
Di samping itu, pemerintah juga masih memiliki sumber pembiayaan dari dukungan Bank Indonesia lewat SKB I. Melalui skema ini, BI telah membeli SBN senilai Rp 32,2 triliun, terdiri atas Rp 17,1 triliun Surat Utang Negara (SUN) dan Rp 15,1 triliun berupa sukuk.