Bank Indonesia mencatat, posisi cadangan devisa pada akhir Juli 2022 mencapai US$ 132,2 miliar atau setara Rp 1.979,35 triliun mengacu kurs JISDOR periode yang sama. Angka ini turun US$ 3,2 miliar atau Rp 47,5 triliun dibandingkan bulan sebelumnya.
"Penurunan posisi cadangan devisa pada Juli 2022 dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam siaran pers, Jumat (5/8).
Erwin menjelaskan, cadangan devisa Indonesia ini masih tetap tinggi dan setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Cadangan devisa juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ujarnya.
Ke depan, menurut dia, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga. Hal ini seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung proses pemulihan ekonomi nasional.
BI dalam Rapat Dewan Gubernur pada bulan lalu mencatat, nilai tukar rupiah mengalami tekanan yang meningkat sebagaimana juga dialami oleh mata uang regional lainnya, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, nilai tukar pada 20 Juli 2022 terdepresiasi 0,60% secara point to point dibandingkan akhir Juni 2022, tetapi dengan volatilitas yang terjaga. Depresiasi tersebut sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara untuk merespons tekanan inflasi.
Dengan perkembangan ini, menurut dia, nilai tukar rupiah hingga 20 Juli 2022 juga terdepresiasi 4,90% dibandingkan level akhir 2021.
"Ini relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia 6,41%, India 7,07%, dan Thailand 8,88%," ujarnya.
Ke depan, menurut Perry, Bank Indonesia terus mencermati perkembangan pasokan valas dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi.
BI dalam rapat bulan lalu juga memutuskn untuk mempertahankan suku bunga di level terendah sepanjang sejarah sebesar 3,5%.