Pengalihan Subsidi BBM ke Berbagai Sektor Krusial Dapat Dukungan

ANTARA FOTO/Ampelsa/wsj.
Sejumlah kendaraan roda empat dan roda dua antre saat mengisi bahan bakar minyak (BBM) di salah satu SPBU kawasan Kota Banda Aceh, Aceh, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah menetapkan harga Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter, Solar subsidi dari Rp5.150 per liter jadi Rp6.800 per liter, Pertamax nonsubsidi naik dari Rp12.500 jadi Rp14.500 per liter berlaku pada Sabtu 3 September 2022 mulai pukul 14.30 WIB.
4/9/2022, 11.49 WIB

Rencana pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM kepada berbagai sektor penting yang berimbas pada hajat hidup orang banyak seperti pendidikan, infrastruktur dan kesehatan mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat.

Pengalihan subsidi BBM dipercaya sebagai langkah mitigasi yang lebih tepat sasaran dan efektif dalam memberikan daya dukung bagi masyarakat.

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mendukung rencana pengalihan dana subsidi BBM ke sektor pendidikan dan kesehatan. Secara lugas ia menyatakan bahwa subsidi BBM yang terlampau besar telah merugikan masyarakat miskin.

Lebih jauh, ia bahkan mengusulkan kepada pemerintah agar berani menghapus sepenuhnya subsidi BBM tersebut dan mengalihkan dananya kepada sektor pendidikan dan kesehatan.

Besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk subsidi BBM mengurangi kemampuan pemerintah untuk membiayai pengeluaran yang lebih dibutuhkan oleh orang miskin,”misalnya subsidi pendidikan dan kesehatan," ujar Faisal, dikutip dari Media Indonesia.

Faisal memaparkan salah satu tujuan dari kebijakan subsidi adalah mengupayakan terjadinya distribusi pendapatan yang lebih merata. Dengan menetapkan harga lebih murah barang yang disubsidi menjadi dapat dijangkau oleh masyarakat yang miskin sekalipun.

Subsidi BBM tampak tidak sejalan dengan tujuan tersebut karena ternyata orang miskin sedikit menggunakan BBM dari pada orang kaya. “Sementara itu, subsidi BBM membutuhkan anggaran sangat besar," ujarnya.

Lebih lanjut, Faisal berkata meskipun pada dasarnya tujuan kebijakan subsidi BBM  untuk mengurangi beban dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi kebijakan tersebut tampaknya bukan kebijakan paling efektif untuk memenuhi tujuan ini.

"Subsidi energi, termasuk bahan bakar minyak, menimbulkan biaya ekonomi, fiskal, sosial dan lingkungan yang signifikan,” kata Faisal,”bertentangan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat."

Mantan Sekjen PAN ini juga menambahkan bahwa pengeluaran untuk subsidi BBM telah membebani keuangan negara.

Subsidi energi, kata dia, telah mengurangi kemampuan negara untuk membiayai kebutuhan lain yang lebih penting. “Termasuk pengeluaran subsidi pendidikan, kesehatan dan subsidi dan bantuan yang langsung menyasar masyarakat miskin," ujarnya.

Senada dengan Faisal, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setyawan saat ini merupakan momentum tepat untuk menyesuaikan harga BBM demi mengurangi beban APBN.

“Penambahan kuota Pertalite sekitar 5 juta kiloliter (KL) dan Solar sekitar 1,5 juta KL. Jika beban subsidi ini bisa dikurangi, tentunya akan membantu keuangan negara,” ujar Mamit.

Ia lantas mengilustrasikan bahwa jika pemerintah mampu mengalihkan dana Rp 100 triliun subsidi BBM kepada sektor pendidikan dan kesehatan, maka akan berdampak cukup signifikan.

“Saat ini, setiap murid mendapatkan Rp 12 juta dalam satu tahun, maka jumlah siswa yang mendapatkan subsidi akan bertambah 8,3 juta siswa selama satu tahun,” ujarnya.

Mamit melanjutkan, pemerintah juga mampu membangun 40.000 sekolah baru, dengan asumsi bahwa pembangunan satu sekolah akan memakan anggaran Rp2,5 miliar.

Pemerintah juga akan mampu membangun 20.000 puskesmas baru dengan asumsi pembangunan satu puskesmas akan memakan anggaran Rp 5 miliar.

Semua itu berdasarkan asumsi bahwa pemerintah akan merelokasikan dana Rp 100 triliun dari subsidi BBM.

‘Bagaimana kalau pemerintah bisa lebih berhemat lagi, sehingga lebih banyak anggaran yang bisa disalurkan bagi berbagai kebutuhan produktif,” ujar Mamit seperti dikutip dari Antara.

Sebagaimana diketahui, besaran subsidi di APBN 2022 telah naik tiga kali lipat selama tahun anggaran ini.

Pada awal tahun tercatat bahwa APBN 2022 sebesar Rp 152,5 triliun, lalu ditengah jalan, sebagaimana diresmikan oleh Perpres No.98/2022, APBN lantas membengkak menjadi Rp 502,4 triliun.

Jika subsidi BBM diteruskan, maka menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, APBN akan membengkak menjadi Rp 698 triliun. Tentu saja hal ini dapat membebani postur keuangan APBN 2023 mendatang.

“Ini akan menjadi sebuah kenaikkan yang dramatis,” ujar Sri Mulyani saat rapat dengar pendapat dengan anggota DPR pada Selasa (30/8).

Sebagai ilustrasi, dana sebesar Rp 502,4 triliun dapat dikonversi menjadi Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang diberikan kepada 63.144.654 murid sejak SD hingga SMA, pembangunan 3.333 unit rumah sakit dengan nilai proyek masing-masing Rp 150 miliar.

Selain itu, sebanyak 227.886 unit sekolah dengan nilai proyek masing-masing Rp 2,19 miliar juga bisa dibangun, berbarengan dengan 41.666 unit puskesmas yang masing-masing senilai Rp 12 miliar.

Masih dengan anggaran yang sama, pemerintah masih dapat menambah 3.501 kilometer ruas jalan tol.