Pemerintah dan Badan Anggaran atau Banggar DPR sepakat untuk memasukkan kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2023. Namun Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, implementasinya masih akan melihat kondisi ekonomi terkini.
Target penerimaan negara dari cukai pada tahun depan ditetapkan sebesar Rp 245,4 triliun. Namun pemerintah tidak merinci secara khusus besaran target penerimaan cukai yang berasal dari MBDK dan plastik.
Dalam bahan paparan pembahasan rapat kerja antara Banggar dan pemerintah hari ini (27/9) diketahui terdapat sejumlah kebijakan teknis kepabeanan dan cukai yang akan ditempuh pada tahun depan, salah satunya ekstensifikasi cukai.
"Intensifikasi cukai melalui penyesuaian tarif cukai, dan ekstensifikasi cukai melalui penambahan barang kena cukai baru berupa produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang diselaraskan dengan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat," demikian dikutip dari bahan paparan rapat tersebut.
Menanggapi rencana tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, DPR telah memberikan persetujuan terkait perluasan barang kena cukai. "Sama seperti saat memutuskan berbagai hal, kami akan melihat momentum pemulihan ekonomi, terutama untuk rumah tangga," kata Sri Mulyani ditemui di Kompleks Parlemen, Selasa (27/9).
Bendahara negara itu mengatakan, pihaknya akan mencari titik keseimbangan dari rencana tersebut dan memilih instrumen kebijakan yang paling masuk akal. Sri Mulyani mengatakan minuman berpemanis dan plastik memang memiliki dampak negatif terhadap kesehatan. Namun di sisi lain, pemerintah juga harus mempertimbangkan dampak kebijakan cukai terhadap perekonomian.
Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani sebelumnya juga sudah memberikan penjelasan soal rencana ekstensifikasi cukai tersebut dalam konferensi pers sehari sebelumnya. Asko menyebut, rencana implementasinya bakal sesuai mekanisme yang ada, tetapi kini masih dalam tahap perencanaan.
"Dari perencanaan itu, kami akan lihat apakah memungkinkan pada 2023, tentunya pemerintah mempertimbangkan banyak faktor," kata Askolani dalam konferensi pers APBN KiTA Edisi September 2022, Senin (26/9).
Selain dari sisi kesehatan dan ekonomi, Asko menyebut pertimbangan lain pengenaan cukai baru ini adalah kesiapan industri dan inflasi. Indonesia saat ini sedang menghadapi risiko inflasi tinggi akibat kenaikan harga BBM. Bank Indonesia memperkirakan inflasi hingga akhir tahun bahkan diperkirakan mencapai di atas 6%.
Wacana pengenaan cukai minuman berpemanis kembali mencuat setelah geger komplain salah satu konsumen terhadap produk minuman Es Teh Indonesia yang dinilai terlalu manis. Es Teh Indonesia kemudian melayangkan somasi terhadap konsumen tersebut karena keberatan dengan kritik yang kurang baik dan adanya kata-kata hewan.