Rupiah Tembus 15.200/Dolar AS, Masih Terimbas Naiknya Bunga The Fed

ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/wsj.
Seorang warga menunjukkan uang Rupiah kertas Tahun Emisi 2022 usai menukarkan di mobil kas keliling Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Gorontalo di Kota Gorontalo, Gorontalo, Jumat (19/8/2022).
28/9/2022, 09.41 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 41 poin ke level Rp 15.165 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Pelemahan masih terimbas rencana kenaikan bunga The Fed yang masih agresif ke depannya.

Mengutip Bloomberg, rupiah amblas ke Rp 15.213 pada pukul 09.15 WIB. Posisi ini semakin jauh dari posisi penutupan kemarin di Rp 15.124 per dolar AS.

Mayoritas mata uang Asia lainnya melemah. Dolar Singapura terkoreksi 0,47% bersama dolar Taiwan 0,56%, won Korea Selatan 1,13%, peso Filipina 0,03%, yuan Cina 0,63%, ringgit Malaysia 0,16% dan baht Thailand 0,3%. Sebaliknya, rupee India menguat 0,05%, sementara dolar Hong Kong dan yen Jepang stagnan.

Analis DCFX Lukman Leong memperkirakan rupiah kembali tertekan hari ini hingga menembus level 15.200, dengan potensi penguatan di 15.100 per dolar AS. Sentimen kenaikan bunga The Fed masih membebani perdagangan rupiah hari ini.

"Indeks dolar AS yang kembali naik dengan pernyataan dari Gubernur The Fed Minneapolis Neel Kashkari yang menghendaki kenaikan suku bunga lebih banyak lagi untuk melawan inflasi," kata Lukman dalam risetnya, Rabu (28/9).

Dalam wawancara dengan WSJ Live dikutip dari Reuters, Kashkari mengatakan, para gubernur bank sentral bersatu untuk mencapai target penurunan inflasi. Kenaikan suku bunga The Fed sudah dilakukan sebesar 300 bps sejak kenaikan pertama pada Maret lalu.

Komentar terbaru Kashkari tersebut memicu sentimen risk off oleh investor dan menekan nilai tukar.


Senada, analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra juga melihat sentimen kenaikan bunga The Fed masih membebani rupiah hari ini. Kurs diperkirakan bergerak melemah ke 15.150 dengan potensi penguatan di kisaran 15.100 per dolar AS.

Pasar masih berekspektasi the Fed melanjutkan kenaikan bunga agresif setidaknya hingga akhir tahun ini. Berdasarkan alat pemantauan CME Group FedWatch, pasar berekspektasi kenaikan bunga 50-75 bps pada pertemuan November.

Sentimen kenaikan bunga ini telah mendorong imbal hasil alias yield surat utang pemerintah AS menguat. Yield obligasi AS tenor 10 tahun telah mencetak level tinggi sejak 12 tahun lalu di kisaran 3,9%. 

"Semalam, data penjualan rumah baru bulan Agustus masih menunjukkan kenaikan, artinya ekonomi AS masih kuat menahan beban kenaikan suku bunga acuan AS," kata Ariston dalam risetnya.

Sementara dari dalam negeri, ekonomi Indonesia masih dibebani oleh potensi kenaikan inflasi yang bisa melambatkan pertumbuhan. Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan memperkirakan inflasi pada akhir tahun ini akan berada di atas 6%

Reporter: Abdul Azis Said