Rupiah Makin Melemah, Ini Dampak ke Ekonomi dan Utang Pemerintah
Nilai tukar rupiah melemah dan sempat mendekati Rp 15.200 per dolar AS pada perdagangan kemarin. Rupiah yang semain melemah dapat berdampak pada harga barang hingga beban pembayaran utang pemerintah.
Mengutip Bloomberg, rupiah berhasil menguat 0,04% ke posisi Rp 14,124 per dolar AS, Namun, rupiah sudah melemah 6,04% sepanjang tahun ini.
Hampir seluruh mata uang dunia melemah terhadap dolar AS, termasuk negara maju. Poundsterling bahkan sudah kehilangan nilainya jika ditukar dengan dolar AS mencapai 20% sepanjang tahun ini, demikian pula dengan euro sebesar 15%.
Pelemahan rupiah sebenearnya juga masih lebih baik dibandingkan mayoritas mata uang Asia. Yen Jepang telah melemah 25,31%, yuan Cina 12,9%, ringgit Malaysia 10,21%, baht Thailand 14,37%, peso Filipina 15,67%, dan won Korea Selatan 19,92%.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan penguatan dolar AS akibat kenaikan suku bunga The Federal Reserve menghantam mata uang negara-negara lain, termasuk Indonesia. Namun demikian, menurut dia, pelemahan rupiah merupakan yang terendah di regional.
"Penguatan indeks dolar AS sudah mencapai sekitar 15%, pelemahan kita masih yang paling rendah di regional," ujar Dody usai rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Rabu (28/9).
Meski pelemahan rupiah lebih rendah dibandingkan mata uang lainnya, Dody memastikan Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas rupiah dengan strategi intervensi tiga lapis atau triple intervention dan twist operation.
Pelemahan nilai tukar dapat membuat harga barang konsumsi yang diimpor menjadi lebih mahal atau sering disebut dengan imported inflation. Adapun Indonesia saat ini masih mengimpor, antara lain sejumlah bahan pangan seperti gandum, kedelai, jagung hingga daging. Selain itu, Indonesia juga banyak mengimpor bahan bakar minyak (BBM).
Di sisi lain, pelemahan nilai tukar dapat mendorong ekspor karena membuat barang yang diproduksi lebih kompetitif.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, pelemahan rupiah saat ini terjadi karena dolar AS menguat terhadap semua mata uang dunia. Sementara performa rupiah terhadap mata uang negara lain masih cukup baik.
"Jadi sebenarnya dampak imported inflation akan minim. Selain itu, harga minyak dunia dalam tren menurun," ujarnya.
Pelemahan rupiah, menurut dia, juga tak akan mendomgkrak ekspor. Ini karena terdapat faktor resesi global yang memberikan dampak lebih besar pada penurunan permintaan.
Faisal menilai, dampak pelemahan rupiah akan lebih terasa pada pasar keuangan, terutama untuk pembayaran kupon/dividen/bunga terhadap investor asing karena dolar AS cenderung lebih mahal. "Dengan kata lain, ini memicu yield untuk naik, jadi ada tambahan beban di sini," ujarnya.
Beban Utang Pemerintah
Kondisi serupa juga berlaku bagi beban pembayaran utang maupun pokok utang pemerintah. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan pihaknya akan menempuh berbagai upaya untuk menjaga beban utang pemerintah tidak meningkat akibat pelemahan nilai tukar.
Menurut Sri Muluani, ada tiga langkah yang dilakukan pemerintah menjaga beban utang. Salah satunya, mengurangi exposure valuta asing dalam komposisi utang pemerintah.
"Kami selama ini sudah sangat mengurang exposure valas, utang valas kita yang tadinya ada di atas 40% sekarang di 28%," kata Sri Mulyani kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Selasa (27/9).
Kementerian Keuangan juga mendorong peningkatan komposisi utang berbentuk rupiah dari dalam negeri seiring berkurangnya porsi asing. Salah satu yang dilakukan dengan penerbitan SBN ritel yang menyasar investor individu di dalam negeri.
Selain itu, pemerintah juga mengelola maturitas atau jatuh tempo dari utang untuk meminimalisir risiko. Hal ini dilakukan melalui liability management.
Direktorat jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan pada pekan lalu telah melakukan liability management dengan cara menukar alias switch tender dan pembelian kembali dengan pembayaran tunai alias cash tender.
Penukaran dan pembelian kembali surat utang dilakukan pada 20 September untuk enam seri global bond dengan masa jatuh tempo satu hingga enam tahun. Melalui skema ini, investor dapat memilih untuk menukarkan obligasi yang dimiliki dengan global bond baru yang diterbitkan pemerintah atau menukar dengan pembayaran tunai. Dari penawaran minggu lalu itu, pemerintah berhasil melakukan penukaran sebesar US$ 263,7 juta dan pembayaran tunai sebesar US$ 61,5 juta.
Transaksi penukaran dan pembelian kembali global bond pada pekan lalu merupakan yang kedua kalinya tahun ini setelah bulan Maret lalu. Melalui manajemen liabilitas ini, pemerintah bisa memperpanjang profil maturitas instrumen global bond serta menghemat biaya utang dan penurunan beban bunga.
"Kami bisa menghemat kalau tidak salah hingga Rp 1 triliun melalui liability management," kata Sri Mulyani
Upaya lain yang dilakukan pemerintah menjaga beban utang dengan menawarkan surat utang dengan suku bunga lebih rendah. Dalam transaksi liability management pekan lalu, Kementerian Keuangan juga menerbitkan global bond sebesar US$ 2,65 miliar dalam tiga seri.
Dalam keterangan DJPPR, pemerintah berhasil menekan harga (tranche tightening) di ketiga seri tersebut. Yield dari global bond tenor 30 tahun sebesar 5,55% atau turun 45% dari initial price guidance (IPG) sebesar 6%. Tenor 10 tahun dan lima tahun berhasil diturunkan masing-masing sebesar 35 dan 30 bps.