Pemerintah masih belum menentukan nasib besaran cukai rokok untuk tahun depan. Kementerian Keuangan atau Kemenkeu masih mengkaji besaran cukai industri hasil tembakau atau IHT tahun depan.
"Cukai rokok untuk 2023 sedang disiapkan ya. Nanti kalau sudah jadi, pokoknya ikutin nanti ya," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kompleks Istana Negara, Senin (31/10).
Namun, Sri Mulyani tak menjawab dengan tegas apakah akan ada kenaikan cukai rokok atau tidak pada 2023.
Adapun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan belum membahas terkait besaran cukai rokok pada tahun depan. Dia mengatakan pembahasan mengenai cukai rokok 2023 belum sampai ke mejanya.
Biasanya kebijakan cukai rokok pada sebuah tahun ditentukan pada kuartal terakhir tahun sebelumnya. Cukai rokok pada tahun ini ditetapkan sejak Desember 2021, sedangkan ketentuan pada 2020 diputuskan pada Oktober 2019.
Sebelumnya, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto pemerintah akan tetap memperhatikan kondisi ekonomi makro tahun depan saat menentukan cukai rokok 2023. Nirwala juga mengatakan pemerintah akan tetap melakukan semua upaya dalam mengendalikan konsumsi rokok, termasuk upaya fiskal.
"Namun, apakah pemerintah kemudian tutup mata kalau perekonomian seperti ini?" tanya Nirwala dalam diskusi daring yang diselenggarakan AJI Jakarta, Kamis (27/10).
Salah satu faktor yang menentukan besaran cukai rokok pada 2023 adalah optimalisasi penerimaan negara. Nirwala mencatat target penerimaan dari cukai rokok pada 2023 mencapai Rp 245 triliun.
Adapun, kenaikan cukai rokok yang drastis berpotensi membuat pabrikan rokok di dalam negeri gulung tikar. "Ke mana harus mencari ganti uang sebanyak Rp 245 triliun?" kata Nirwala.
Di samping itu, Nirwala mengatakan industri rokok termasuk salah satu sektor dengan serapan tenaga kerja yang tinggi. Artinya, perubahan pada kebijakan cukai rokok akan mempengaruhi nasib para pekerja di industri ini.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja industri rokok pada 2019 sebanyak 5,98 juta orang. Secara rinci, sebanyak 4,28 juta orang diserap oleh sektor manufaktur, dan 1,7 juta orang diserap sektor perkebunan.
Di sisi lain, Southeast Asia Tobacco Control Alliance atau Seatca mengungkapkan pendapatan negara berpotensi naik Rp 108 triliun dari Rp 188,8 triliun menjadi Rp 297,19 triliun dari cukai rokok. Hal itu terjadi jika penghitungan cukai rokok disederhanakan jadi dua tier dan tarif cukai rokok naik 25%.
Anggota Seatca, Anton Javier, menemukan penurunan jumlah perokok dan konsumsi rokok konsisten menurun pada tahun-tahun setelahnya jika cukai rokok naik setidaknya 25%. Selain itu, jenis tarif cukai disederhanakan menjadi dua tier.
Jenis tarif yang dimaksud adalah rokok yang dibuat dengan mesin dan rokok yang dibuat oleh pekerja. Simplifikasi ini membuat pendapatan cukai rokok menjadi Rp 279,19 triliun dan terus menekan jumlah perokok maupun konsumsi rokok pada tahun kedua.