Nilai tukar rupiah dibuka menguat tipis tiga poin ke level Rp 15.615 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Meski demikian, kurs garuda diperkirakan melemah hari ini di tengah penantian rilis data cadangan devisa serta rapat bank sentral AS, The Fed pekan depan.
Mengutip Bloomberg, rupiah melanjutkan pelemahan ke arah Rp 15.605 pada pukul 09.20 WIB. Ini semakin jauh dari posisi penutupan kemarin Rp 15.618 per dolar AS. Penguatan pagi ini mengindikasikan rebound setelah melemah sejak perdagangan awal pekan ini.
Mata uang Asia lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS pagi ini. Dolar Hong Kong melemah 0,1%, dolar Taiwan 0,03%, rupee India 1%. Penguatan dialami yen Jepang 0,02%, dolar Singapura 0,1%, won Korsel 0,11%, peso Filipina 0,63%, yuan Cina 0,12% dan baht Thailand 0,02%. Sedangkan nilai tukar ringgit Malaysia stagnan.
Analis DCFX Lukman Leong memperkirakan rupiah berpotensi melemah di tengah penantian rilis data cadangan devisa hari ini. Kurs rupiah diperkirakan bergerak di rentang Rp 15.500-Rp 15.700 per dolar AS.
"Rupiah diperkirakan akan datar di awal perdagangan namun berpotensi melemah apabila data menunjukkan cadangan devisa Indonesia kembali turun dan di bawah ekspektasi," kata Lukman dalam risetnya, Rabu (7/12).
Dari faktor eksternal, dolar AS diperkirakan masih akan menguat namun terbatas. Investor menantikan lebih banyak data ekonomi dan mengantisipasi pertemuan terakhir pembuat kebijakan The Fed untuk tahun ini pada minggu depan.
Analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra memperkirakan rupiah melemah hari ini seiring sentimen negatif terhadap aset berisiko, terlihat dari indeks saham Asia yang melemah pagi ini. Ia memperkirakan rupiah melemah ke arah Rp 15.650, dengan potensi support di kisaran Rp 15.580 per dolar AS.
Indeks saham utama Asia terpantau memerah pagi ini. Nikkei 225 Jepang terkoreksi 0,56% , Shanghai SE Composite 0,24%, Hang Seng Hong Kong 0,31%, Kospi Korea Selatan 0,08% dan Nifty 50 India 0,31%.
Sentimen lainnya yang juga melemahkan rupiah yakni penantian rapat The Fed. Mayoritas pasar memang memperkirakan kenaikan bunga akan melambat menjadi 50 bps, tetapi beberapa memperkirakan kemungkinan kenaikan bunga agresif seperti pertemuan sebelumnya.
"Pagi ini, data neraca perdagangan Cina bulan November yang diperkirakan terjadi penurunan aktivitas ekspor dan impornya juga memberikan sentimen negatif ke pasar," kata Ariston dalam risetnya.