Perppu UU Cipta Kerja Picu 3 Sorotan Kritis, Tak Jamin Investasi Naik
Ekonom dan Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira memberikan tiga catatan kritis soal penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Perppu itu dibuat untuk menjawab putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Pertama, kondisi darurat dalam Perpu UU Cipta Kerja bertolak belakang dengan asumsi makro ekonomi APBN 2023. Di mana pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% cenderung tinggi.
“Kalau ekonomi masih tumbuh positif kenapa pemerintah menerbitkan Perppu? Ancaman krisis akibat perang Ukraina pun sejauh ini justru untungkan harga komoditas batubara dan sawit. Surplus perdagangan berturut turut juga imbas perang. Oleh karena itu harusnya pemerintah turunkan dulu asumsi pertumbuhan tahun depan menjadi minus, baru ada kondisi yang mendesak untuk terbitkan Perppu,” katanya kepada Katadata.co.id, Sabtu (31/12).
Kedua, kehadiran Perpu UU Cipta Kerja bisa menciptakan ketidakpastian kebijakan. Menurut Bhima, masalah utama dalam daya saing salah satunya adalah terkait tingkat ketidakpastian kebijakan cukup tinggi.
Dalam hal ini, investor bisa ragu kalau aturan berubah-ubah. Padahal investor perlu kepastian regulasi jangka panjang. Idealnya pada saat pembuatan produk regulasi apalagi UU harus disiapkan secara matang. “Kalau terburu-buru ya jadi masalah,” ujar dia.
Ketiga, tidak ada jaminan pasca Perppu investasi bisa meningkat karena sejauh ini banyak aturan turunan cipta kerja sudah berjalan, tapi jumlah investasi yang mangkrak masih tinggi.
Untuk informasi, pemerintah akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Ciptaker, Jumat (31/12) kemarin. Perppu merupakan tindak lanjut usai MK menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Perppu itu akan menggantikan UU Ciptaker. Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak. Ketua DPRjuga sudah terinformasi mengenai Perppu ini,” kata Airlangga dalam konferensi pers virtual yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden dari Istana Negara, Jakarta, kemarin.
Ketua Umum Partai Golkar ini merinci kebutuhan mendesak sehingga Perppu harus dikeluarkan. Pertama, Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global berkaitan dengan ekonomi Indonesia yang tengah menghadapi ancaman resesi, peningkatan inflasi, maupun stagflasi.
Menurutnya, sudah ada 30 negara berkembang kini antre menjadi pasien IMF. Jadi, kondisi krisis untuk emerging development country sangat riil,” ungkapnya.
Kedua, kata Airlangga, Pemerintah berupaya memberikan kepastian hukum kepada investor, apalagi target investasi Indonesia terus melejit. Pada 2023, Indonesia menargetkan capaian investasi senilai Rp 1.400 triliun.
Angka target investasi naik Rp 200 triliun dari tahun ini sebesar Rp 1.200 triliun. Target ini, kata Airlangga, tak biasa karena dalam APBN sebelum-sebelumnya, angka investasi hanya dipatok Rp 900 triliun.
“Seluruh pengusaha dalam dan luar negeri saat ini wait and see terhadap kepastian hukum UU Ciptaker. Perppu ini diharapkan memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha dan investor,” jelasnya.
Ketiga, lanjut Airlangga, kondisi geopolitik, perang Ukraina-Rusia, dan konflik lainnya yang belum selesai, harus diantisipasi dengan Perppu ini.