Bank Indonesia mencatat, terdapat aliran modal asing kabur dari pasar keuangan domestik mencapai Rp 590 miliar secara neto pekan ini. Investor asing paling banyak keluar di pasar Surat Berharga Negara atau SBN.
Direktur Eksekkutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryoni merincikan, terdapat jual neto di pasar SBN Rp 3,11 triliun selama periode 6-9 Februari. Sebaliknya, investor masuk ke pasar saham dengan beli neto Rp 2,52 triliun.
Ini merupakan pembalikan setelah asing ramai-ramai menyerbu pasar SBN beberapa pekan awal tahun ini hingga pekan lalu. Pada pekan ketiga Januari bahkan arus masuk modal asing ke pasar obligasi pemerintah mencapai Rp 14,5 triliun secara neto.
Meski demikian, Asing masih mencatatkan beli neto Rp 49,57 triliun di pasar SBN sepanjang tahun ini hingga 9 Februari 2022. Sementara di pasar saham, Asing mencatatkan jual neto Rp 3,06 triliun.
"BI terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut," kata Erwin dalam keterangan resminya, Jumat (10/2).
Persepsi risiko investasi juga meningkat, tercermin dari premi credit default swap (CDS) Indonesia lima tahun naik ke 86,55 bps per 9 Februari 2023 dari 79,15 bps per 3 Februari 2023. Imbal hasil alias yield SBN 10 tahun naik ke 6,65% pagi ini, menyusul kenaikan yield US Treasury ke 3,66%.
Nilai tukar rupiah parkir di level Rp 15.134 per dolar AS sore ini, anjlok 1,6% dalam sepekan. Pasar mencermati data ketenagakerjana AS bulan Janauri yang mengejutkan karena dalam situasi sangat kuat, mendorong kekhawatiran bahwa bank sentral AS, The Fed masih akan hawkish.
Data ketenagakerjaan AS awal 2023 menunjukkan kondisi yang sangat kuat dalam rilis akhir pekan lalu. Hal ini tercermin dari data pembayaran gaji pekerja nonpertanian alias nonfarm payroll Januari meningkat 517 ribu, hampir dua kali lipat dari bulan sebelumnya dan jauh di atas perkiraan pasar 187 ribu. Tingkat pengangguran turun ke 3,4%, rekor terendahnya sejak Mei 1969. Angka ini juga lebih rendah dibandingkan perkiraan pasar 3,6%.