Surplus Neraca Dagang Februari akan Turun, Simak Ramalan Para Ekonom

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi. Kinerja ekspor pada Februari 2023 diperkirakan melambat, sedangkan impor diperkirakan meningkat.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
15/3/2023, 06.30 WIB

Mayoritas ekonom memperkirakan, surplus neraca dagang akan menyusut pada periode Februari 2023. Ekspor diperkirakan menurun karena harga komoditas melandai di tengah kenaikan impor seiring persiapan jelang Ramadan dan membaiknya aktivitas manufaktur domestik.

Mayoritas ekonom memperkirakan surplus neraca dagang tidak akan melebihi Januari 2023 yang mencapai US$ 3,87 miliar. Hal ini karena ekspor diperkirakan tidak tumbuh setinggi Januari 2023 yang sebesar 16,37% secara tahunan. Sebaliknya, impor diperkirakan tumbuh menguat pada Februari dari bulan sebelumnya hanya 1,27%.

Beberapa harga komoditas unggulan Indonesia memang terpantau menurun pada bulan lalu, memicu penurunan pada nilai ekspor. Normalisasi harga itu seiring lesunya kinerja manufaktur global di tengah perlambatan ekonomi.

Di sisi lain, ekonomi domestik yang  terus tumbuh dan momentum Ramadan yang jatuh pada bulan ini mendorong peningkatan permintaan bahan produksi pada bulan lalu, salah satunya melalui impor. 

Berikut catatan analisis perkiraan neraca dagang Februari yang akan dirilis BPS siang ini:

  1. Bank Permata: Surplus US$ 3,24 miliar

    Perkiraan ekonom Bank Permata, surplus neraca dagang bulan lalu sedikit melambat menjadi US$ 3,24 miliar. Ekspor akan tumbuh melambat menjadi 5% secara tahunan karena harga batu bara yang terus turun.

    Penurunan kinerja ekspor juga dipengaruhi oleh efek hari produksi pada Februari yang memang lebih pendek dari bulan sebelumnya, yakni hanya sampai 28 hari.

    Sebaliknya, impor diperkirakan menguat karena adanya persiapan menjelang Ramadan. Impor diperkirakan naik 9,75% dibandingkan tahun lalu. Pertumbuhan tersebut menguat dibandingkan kenaikan tahunan bulan Januari.

    "Saat periode normal seperti saat ini, nilai impor cenderung meningkat dalam rentang waktu satu sampai dua bulan sebelum Ramadan, sejalan dengan peningkatan inventory untuk memenuhi kebutuhan Ramadan," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dalam catatannya.

  2. BNI Sekuritas: Surplus US$ 2,96 miliar

    Kepala Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution memperkirakan surplus yang melandai karena penurunan ekspor dan kenaikan  meningkat. Penurunan harga komoditas unggulan Indonesia sejalan dengan perlambatan manufaktur global membuat ekspor diperkirakan hanya tumbuh 3,1% dibandingkan tahun lalu, atau menyusut 5,4% dari bulan sebelumnya.

    Sebaliknya, impor diperkirakan tumbuh lebih kuat secara tahunan mencapai 9,1% tetapi menyusut 1,6% dibandingkan bulan sebelumnya. Pabrik-pabrik di dalam negeri yang makin menggeliat memicu kenaikan permintaan impor bahan baku penolong. Peningkatan investasi juga mendorong kenaikan impor barang modal, sementara impor barang konsumsi juga diperkirakan naik jelang Ramadan dan lebaran.

    "Meskipun ada kenaikan volume permintaan dari dalam negeri, namun karena harga cenderung stabil bahkan sebagian turun, maka nilai impor Februari diperkirakan sedikit menurun 1,6% dibandingkan bulan sebelumnya," kata Damhuri dalam catatannya.

  3. Bank Mandiri: Surplus US$ 3,2 miliar

    Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menyebut surplus neraca dagang mengecil karena ekspor melambat sedangkan impor meningkat. Ekspor diperkirakan melambat dengan pertumbuhan tahunan 3,51%. Perlambatan karena moderasi harga komoditas dan berakhirnya low base effect, namun perdagangan global yang membaik tercermin dari Baltic Dry Index diharap menjadi faktor pendorong ekspor.

    Sebaliknya, impor diperkirakan tumbuh menguat 8,11% dibandingkan tahun lalu. Kinerja ini ditopang persiapan Ramadan dan membaiknya manufaktur domestik.

  4. BCA: Surplus US$ 1,54 miliar

    Kepala Ekonom BCA David Sumual memperkirakan ekspor menyusut 10,4% dibandingkan tahun lalu. Jika tidak meleset, maka ini merupakan pembalikan tajam setelah bulan sebelumnya masih mampu tumbuh dua digit secara tahunan.

    David menyebut kinerja ekspor tersebut dipengaruhi harga komoditas yang kecenderungan stabil rendah. Harga minyak, gas, dan batu bara menurun sementara harga CPO sedikit naik. 

    Impor diperkirakan masih tumbuh 1%. Hal ini ditopang produsen di dalam negeri yang meningkatkan inventory jelang puasa dan lebaran.

Reporter: Abdul Azis Said