Alasan Kemenkeu Sebut Transaksi Janggal Pegawainya Hanya Rp 3,3 T

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memberikan paparan tentang perkembangan isu Kementerian Keuangan terkini saat media briefing di Jakarta, Jumat (31/3/2023). Dalam kegiatan tersebut Kementerian Keuangan menjelaskan laporan tindak lanjut penyelesaian informasi PPATK.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
31/3/2023, 14.32 WIB

Kementerian Keuangan mengklaim transaksi mencurigakan pegawai Kementerian Keuangan selama 2009-2023 hanya sebesar Rp 3,3 triliun. Nilai itu berbeda dari pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang sebelumnya menyebut nilainya mencapai Rp 35,5 triliun.

 "Kemarin dianggap kan, 'loh ini kemarin Kemenkeu bilang Rp 3,3 triliun' kok sekarang sampai Rp 35,5 triliun? Ini karena Kemenkeu itu tidak menerima surat yang dikirimkan ke aparat penegak hukum," kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam media briefing, Jumat (31/3). 

Ia menjelaskan, terdapat 135 surat dari PPATK yang dikirimkan ke Kemenkeu terkait transaksi mencurigakan pegawai Kemenkeu dan berkaitan dengan dugaan afiliasi perusahaan. Nilai transaksinya Rp 22 triliun. 

Surat itu, kata dia, belum termasuk 64 surat yang dikirim PPATK ke aparat penegak hukum lainnya terkait transaski mencurigakan pegawai Kemenkeu dan perusahaan afiliasi. Nilai transaksinya Rp 13 triliun. Dari surat-surat yang dikirim ke Kemenkeu dan APH lain itulah diperoleh nilai transaksi mencurigakan pegawai Kemenkeu yang diklaim Mahfud MD sebelumnya.

Namun demikian, Kemenkeu mengklaim transkasi yang terkait pegawainya murni hanya Rp 3,3 triliun. Ini karena,sebanyak Rp 18,7 triliun dari hasil pemeriksaan transaksi Rp 22 triliun yang diterima merupakan transaksi dari korproasi yang semula dicurigai terafiliasi dengan pegawai Kemenkeu, tetapi hasilnya nihil.

Selain itu, Suahasil menepis bahwa perusahaan-perusahaan itu adalah perusahaan cangkang yang terafiliasi dengan pegawainya, seperti tudingan Ketua PPATK Ivan dalam rapat Komisi III lalu. Ia menyebut perusahaan tersebut adalah perusahaan riil yang bergerak di berbagai bidang seperti perkebunan hingga otomotif.

Ia mencontohkan, PT A (bukan inisial sebenarnya), yang bergerak di sektor perkebunan, transaksinya di-tracking karena diduga terafiliasi dengan pegawai Kemenkeu. Dari data PPATK, nilai transaksi debit kredit operasional perusahaan itu mencapai Rp 11,38 triliun. 

"Rekening PT A ini dibuka satu-satu dan dilakukan analisis. Hasilnya, tidak ditemukan aliran dana ke rekening pegawai atau keluarganya, itu yang didapat dari PPATK," kata Suahasil. 

Oleh karena, menurut dia, Kemenkeu dalam paparan di depan Komisi XI lalu mengklaim bahwa hanya Rp 3,3 triliun dari transaksi mencurigakan Rp 22 triliun yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu.

Selain itu, Suahasil juga memyebut transaksi Rp 3,3 triliun adalah debit kredit pegawai. Dengan demikian, ini termasuk transaksi yang belum tentu pencucian uang, seperti penghasilan resmi, transaksi dengan keluarganya, jual beli harta dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Transaksi itu termasuk pula jika Kemenkeu meminta bantuan PPATK memantau transaksi pegawainya sebagai syarat fit and proper test untuk promosi jabatan.

Reporter: Abdul Azis Said