Bappenas: Sulit Capai Target Angka Kemiskinan Ekstrim 0% Tahun Depan
Kementerian Perencanaan Pembangunan (PPN)/Bappenas mengatakan cukup sulit untuk mencapai target kemiskinan ekstrim 0% pada tahun depan. Pemerintah melakukan intervensi untuk menekan angka kemiskinan ekstrem lebih cepat melalui tiga strategi.
Menteri PPN Suharso Monoarfa mengatakan saat ini masih ada sekitar 5,6 juta orang miskin ekstrem yang perlu diangkat keluar dari kategori kemiskinan ekstrem. Sehingga menjadi tantangan berat untuk mencapai target angka kemiskinan ekstrem menjadi 0% pada tahun depan.
"Indikator kemiskinan dan perlindungan sosial, kita lihat penurunan kemiskinan melambat," kata Suharso dalam rapat siang ini, Rabu (5/4).
Jika merujuk pada outlook yang dikeluarkan Bank Dunia, kemiskinan ekstrem Indonesia belum akan sepenuhnya hilang atau mencapai 0% pada tahun depan. Kemiskinan ekstrim akan turun ke 1,2% pada tahun depan jika menggunakan benchmark garis kemiskinan Bank Dunia yang lama sebesar US$ 1,9. Namun, tingkat kemiskinan ekstrem tahun depan berpotensi lebih tinggi lagi dan masih terjaga di atas 2% jika menggunakan benchmark garis kemiskinan terbaru sebesar US$ 2,5.
Namun data Bank Dunia dan BPS memiliki perbedaan cara hitung. Data BPS menunjukkan, angka kemiskinan ekstrem pada tahun lalu sebesar 2,04%, hanya turun 0,1 poin persentase dari tahun sebelumnya. Namun penurunan angka kemiskinan ekstrim tersebut lambat dibandingkan tahun 2021 yang turun hingga 0,14.
Meski masih sulit mencapai 0%, Suharso menyebut Bank Dunia juga mendorong Indonesia memakai pendekatan perhitungan angka kemiskinan melalui indikator multidimensi yang disebut Multidimensional Poerty Measure (MPM).
Melalui pendekatan ini memungkinkan angka kemiskinan ekstrem Indonesia turun lebih cepat, karena pendekatannya berusaha memahami kemiskinan di luar aspek deprivasi moneter dengan memperhitungkan aspek lainnya seperti akses penduduk miskin terhadap pendidikan dan ketersediaan infrastruktur dasar.
"Dengan model ini, Yogyakarta misalnya yang tadinya termasuk banyak yang miskin justru berkurang karena tingkat daya beli dan lainya ini sudah tidak dominan, Ini yang kita coba lagi hitung dan kita minta BPS lagi untuk menghitung kembali, mudah-mudahan kita bisa mengurangi kemiskinan absolut itu," kata Suharso.
Suharso menyebut pemerintah melakukan intervensi untuk menekan kemiskinan melalui tiga pendekatan. Ini meliputi intervensi dari tingkat pendapatan penduduk miskin ekstrim, intervensi atas beberapa kebutuhan masyarakat misalnya subsidi, serta intervensi dengan mendorong terbukanya lapangan kerja.
Pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem akan turun hingga menjadi 0% pada tahun depan, bagian dari komitmen pemerintah mencapai pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Namun, BPS juga melihat target tersebut sulit dicapai di tengah efek pandemi dan kenaikan harga BBM.
"Kalau dilihat dari tren data, sepertinya agak sulit untuk mencapai angka kemiskinan di 7% pada tahun depan dan kemiskinan ekstrem 0%," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam acara Launching Reformasi Birokrasi BPS 2023, Jakarta, Senin (30/1).
Ia menyebut ada sejumlah faktor yang menghambat penurunan angka kemiskinan ekstrem, salah duanya efek pandemi dan kenaikan harga BBM subsidi September lalu. Kenaikan harga BBM memicu kenaikan inflasi sehingga harga-harga makin mahal dan memukul masyarakat terbawah.