Pemerintah Bayar Utang, Cadangan Devisa Indonesia Turun US$ 145,2 M

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Ilustrasi. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Penulis: Agustiyanti
8/5/2023, 13.53 WIB

Bank Indonesia mencatat cadangan devisa pada akhir April 2023 mencapai US$ 144,2 miliar, turun dibandingkan akhir bulan sebelumnya mencapai US$ 145,2 miliar. Penurunan cadangan devisa, antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri.

Kepala Departemen Komunikasi Erwin Haryono menjelaskan, penurunan posisi cadangan devisa juga dipengaruhi oleh keputuhan valas yang meningkat sejalan dengan antisipasi dalam rangka Hari Besar Keagamaan Nasional. Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan  6,4 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," kata Erwin dalam siaran pers, Senin (8/5).

Ia menjelaskan, Bank Indonesia juga memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga. Ini seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung proses pemulihan ekonomi nasional.

Kementerian Keuangan mencatat, utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 7.733,99 triliun pada akhir Desember 2022. Posisi utang pemerintah tersebut bertambah Rp 825,03 triliun dibanding akhir 2021 yang sebesar Rp 6.908,87 triliun.

Berdasarkan buku APBN Kita edisi Januari 2023, rasio utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir 2022 sebesar 39,57%, turun dari tahun sebelumnya yang sebesar 41%, meski utang secara nominal naik.

"Rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal," tulis Kemenkeu dalam APBN Kita edisi Januari 2023.

Menurut Kemenkeu, fluktuasi posisi utang pemerintah dipengaruhi oleh adanya transaksi pembiayaan berupa penerbitan dan pelunasan surat berharga negara (SBN), penarikan dan pelunasan pinjaman, serta perubahan nilai tukar mata uang.

Utang pemerintah terbagi atas dua jenis, yakni obligasi atau surat berharga negara (SBN), plus pinjaman dari dalam dan luar negeri.

Instrumen SBN masih mendominasi utang pemerintah yang mencapai 88,53% dengan nilai Rp 6.846 triliun pada akhir 2022.

Nilai utang obligasi pemerintah tersebut meningkat Rp 755,69 triliun dari akhir 2021 yang sebesar Rp 6.090,31 triliun. Melonjaknya utang SBN terutama berasal dari dalam negeri.

Utang SBN domestik pada akhir 2022 bertambah Rp 629,49 triliun menjadi Rp 5.452,36 triliun. Sementara, utang SBN valuta asing (valas) naik Rp 127,09 triliun menjadi Rp 1.394,53 triliun.

Adapun utang pemerintah yang berbentuk pinjaman pada akhir tahun lalu meningkat Rp 68,54 triliun menjadi Rp 887,1 triliun pada akhir 2022. Penambahan pinjaman terutama berasal dari luar negeri, yakni dari pinjaman multilateral, bilateral dan bank komersial.