Rupiah Melemah Dekati Rp14.900 per Dolar, Dipicu Kekhawatiran Utang AS

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/ama.
Penyedia jasa penukaran uang menunjukkan selembar uang dolar AS di Kwitang, Jakarta, Senin (23/3/2020). Nilai tukar rupiah berada pada Rp16.575 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Senin sore atau melemah 3,85 persen dibandingkan pada perdagangan Jumat (20/3) pekan lalu, yang dipicu memburuknya perekonomian global akibat kepanikan pasar menghadapi wabah COVID-19.
17/5/2023, 11.26 WIB

Rupiah dibuka melemah 31 poin ke level Rp 14.851 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Pasar masih khawatir dengan kejelasan soal kesepakatan kenaikan plafon utang AS yang tak kunjung tercapai serta beberapa data ekonomi AS yang positif.

Mengutip Bloomberg, rupiah melanjutkan pelemahan ke arah Rp 14.865 pada pukul 09.20 WIB. Nilai ini terkoreksi 0,3% dari posisi penutupan kemarin.

Mayoritas mata uang Asia lainnya juga melemah kecuali won Korea Selatan, rupee India, dolar Hong Kong dan Singapura yang masih mampu menguat. Koreksi dalam terutama dialami ringgit Malaysia hingga 0,54%.

Analis DCFX Lukman Leong memperkirakan rupiah akan kembali melemah di tengah kesepakatan plafon utang AS yang belum juga tercapai. Rupiah akan bergerak ke rentang Rp 14.750-Rp 14.900 per dolar AS.

Pertemuan antara Presiden AS Joe Biden dan DPR AS semalam tak mencapai kesepakatan soal kenaikan plafon utang. Meski demikian, Biden berbicara kepada wartawan usai rapat bahwa pihaknya akan konsisten berbicara dengan legislatif untuk memastikan bahwa pemerintah tak akan default atau gagal bayar.

Pemerintah AS terancam kehabisan dana untuk menjalankan pemerintahan jika plafon utang AS yang sudah mencapai batas maksimalnya tidak dinaikkan. Kementerian Keuangan AS memperingatkan dana pemerintah kemungkinan habis awal Juni, yang artinya pemerintah juga tak punya sumber dana lagi untuk membayar berbagai kewajibannya termasuk membayar utang.

"Di sisi lain, imbal hasil obligasi AS yang juga naik setelah data menunjukkan rebound pada penjualan ritel AS walau masih di bawah ekspektasi. Demikian juga data produksi industri dan manufaktur AS yang kuat," kata Lukman dalam catatannya pagi ini, Rabu (17/5).

Data penjualan ritel AS bulan April menunjukkan pertumbuhan 0,4% setelah dua bulan berturut-turut menunjukkan penurunan tetapi lebih rendah dari perkiraan pasar. Data produksi industri AS bulan April juga menunjukan pertumbuhan 0,5% dari bulan sebelumnya, di atas ekspektasi pasar 0,1%.

"Rupiah berpeluang melemah lagi terhadap dollar AS hari ini karena data ekonomi AS membaik dan petinggi Bank Sentral AS tidak mendukung pemangkasan suku bunga acuan dalam waktu dekat," kata analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra dalam catatannya pagi ini.

Dua petinggi Bank Sentral AS, Austan Goolsbee dan Loretta Mester menegaskan belum waktunya membicarakan penurunan suku bunga acuan karena tingkat inflasi masih tinggi. Komentar ini membalikan ekspektasi pasar sebelumnya yang memperkirakan sinyal dovish dengan kemungkinan jeda kenaikan bunga The Fed.

Sementara itu, Ariston menyebut pelaku pasar juga masih mewaspadai potensi gagal bayar utang AS. Meskipun pembicaraan mengenai kenaikan batas atas utang dikabarkan mengalami kemajuan, ia melihat pasar masih risau karena belum tercapai kesepakatan.

 "Kekhwatiran ini mendorong pelaku pasar masuk ke aset aman dolar AS," ujarnya.

Di sisi lain, membaiknya data pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal pertama yang positif 1,6% dibandingkan kuartal sebelumnya yang turun 0,1% bisa memberi sentimen positif ke aset berisiko. 

Dengan berbagai sentimen tersebut, Ariston memperkirakan rupiah akan melemah ke arah Rp 14.850-14. M880, dengan potensi support di sekitar Rp 14.800 per dolar AS.

Reporter: Abdul Azis Said